Anda belum login :: 25 Apr 2025 00:09 WIB
Home
|
Logon
Hidden
»
Administration
»
Collection Detail
Detail
Peran DPR RI dalam Pemberian Usulan terhadap Pembentukan Pengadilan HAM AD HOC
Bibliografi
Author:
Dissie, Isnugraika
;
Sardadi, Johanes
(Advisor);
Foekh, Daniel Yusmic Pancastaki
(Advisor)
Topik:
Peran DPR RI dalam Pemberian Usulan terhadap Pembentukan Pengadilan HAM AD HOC
;
Pasal 43 ayat (2) UU No. 26/2000 menyatakan bahwa Pengadilan HAM Ad Hoc dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu
;
Hukum Pidana
Bahasa:
(ID )
Penerbit:
Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Tempat Terbit:
Jakarta
Tahun Terbit:
2005
Jenis:
Theses - Undergraduate Thesis
Fulltext:
Isnugraika Dissie's Undergraduated Theses.pdf
(226.0KB;
28 download
)
Ketersediaan
Perpustakaan Pusat (Semanggi)
Nomor Panggil:
, FH-1447
Non-tandon:
tidak ada
Tandon:
2
Lihat Detail Induk
Abstract
DPR sebagai badan legislatif merupakan sebuah badan yang mempunyai kewenangan membentuk undang-undang. Selain tugas tersebut DPR juga mempunyai fungsi pengawasan dan fungsi anggaran. Pasal 43 ayat (2) UU No. 26/2000 menyatakan bahwa Pengadilan HAM Ad Hoc dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden. Penjelasan Pasal 43 ayat (2) menyatakan bahwa dalam hal DPR RI mengusulkan dibentuknya Pengadilan HAM Ad Hoc, DPR RI mendasarkan pada dugaan telah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dibatasi pada locus dan tempus delicti tertentu yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-Undang ini. Dari ketentuan Undang-Undang tersebut terlihat bahwa peran DPR sangat besar dalam menentukan dapat atau tidaknya suatu kasus pelanggaran HAM sebelum tanggal 23 November 2000 diadili oleh Pengadilan HAM Ad Hoc. Permasalahan yang muncul adalah DPR merupakan lembaga politik, sehingga keputusan-keputusan DPR diwarnai dengan kepentingan politik. Hal tersebut sering menimbulkan masalah dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM dimasa lalu. Hal lain yang juga menimbulkan masalah adalah Pasal 43 ayat (2) UU No. 26/2000 seringkali dijadikan alasan oleh para pihak yang terkait dengan kasus pelanggaran HAM yang terjadi sebelum dikeluarkannya UU No. 26/2000 menolak untuk diperiksa. Jalan keluar dari masalah ini adalah perlunya revisi terhadap Pasal 43 UU No.26/2000. Disamping itu perlu ada kemauan dan itikad baik dari DPR dan juga para pihak yang terkait dengan penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang terjadi sebelum November 2000, khususnya para pihak yang dianggap bertanggung jawab atas kasus tersebut, untuk bersama-sama menciptakan penegakan HAM di Indonesia.
Opini Anda
Klik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!
Lihat Sejarah Pengadaan
Konversi Metadata
Kembali
Process time: 0.09375 second(s)