Anda belum login :: 05 Jun 2025 03:58 WIB
Detail
BukuGambaran Masalah dan Gaya Konflik pada Pernikahan Antar Budaya
Bibliografi
Author: Sabon, Anastasia Stephanie ; Panggabean, Hana Rochani G. (Advisor)
Bahasa: (ID )    
Penerbit: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya     Tempat Terbit: Jakarta    Tahun Terbit: 2005    
Jenis: Theses - Undergraduate Thesis
Fulltext:
Ketersediaan
  • Perpustakaan Pusat (Semanggi)
    • Nomor Panggil: FP-777
    • Non-tandon: tidak ada
    • Tandon: 1
 Lihat Detail Induk
Abstract
Marekzki (dalam Tseng, Mcdermott & Maretzki, 1977), mengatakan bahwa perkawinan beda budaya sudah menjadi fenomena yang terjadi pada masyarakat modern dan dampak dari semakin berkembangnya sistem komunikasi yang memungkinkan individu untuk mengenal dunia dan budaya lain. Berbasarkan data yang ada pada catatan sipil DKI Jakarta, tercatat sebanyak 353 sepanjang tahun 1999-2000, dimana sebanyak 81% adalah pernikahan WNI dengan WNA dari budaya barat (Faradila, 2001).
Dengan menikah, akan banyak hal baru yang akan ditemukan oleh individu pada diri pasangannya. Individu harus mulai belajar untuk saling menyesuaikan diri agar dapat menerima pasangannya apa adanya. Bila tidak maka akan timbul konflik.
Dalam mengatasi konflik yang terjadi individu menggunakan gaya konflik. Menurut Kilman dan Thomas (1975) dalam buku interpersonal conflict (Wilmot, 2001) mengemukakan lima gaya dalam mengatasi konflik adalah gaya avoidance, gaya accomodation, compromise, collaboration, dan competition. Maka penelitian ini bertujuan untuk menggali gaya konflik yang digunakan orang Indonesia dalam perkawinan beda budaya.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan melakukan wawancara kepada subyek yang tinggal di Indonesia, dan mengirimkan email berupa kuesioner dengan pertanyaan terbuka yang dikirimkan kepada subyek. Penelitian ini menggunakan 5 orang subyek yang menikah dengan pasangan yang berasal dari negara barat.
Berdasarkan wawancara pemilihan gaya konflik dipengaruhi beberapa faktor yaitu preferensi individu, dan situasional. Faktor preferensi individu terlihat dari karakteristik individu, dimana subyek yang cenderung berkarakter kuat dan keras, akan memprioritaskan gaya competition untuk menyelesaikan masalah. Gaya accommodation baru digunakan jika gaya competition tidak berhasil.
Faktor situasional meliputi jenis masalah, urgensi masalah, dan peran. Masalah yang ada diselesaikan subyek dengan gaya yang berbeda-beda. Bila masalah tersebut membutuhkan keputusan yang cepat maka subyek akan mengunakan gaya competition. Peran ibu pada diri subyek mempengaruhi pemilihan gaya konflik. Berdasarkan teori yang disajikan oleh Roland (1996), seorang ibu di Asia biasanya akan menjadi figur yang mengajarkan dan menanamkan nilai moral serta agama kepada anak-anaknya, sehingga anak dibentuk untuk menjadi sangat tergantung dengan ibunya. Pada subyek yang memiliki anak mengunakan gaya competition untuk mengatasi perbedaan dalam pendidikan anak, dan pengasuhan anak. Kemudian peran suami juga memperngaruhi pemilihan gaya konflik. Suami bekerja di luar kota. Suami yang bekerja di luar kota, akan cenderung menyerahkan keputusan yang terkai dengan rumah tangga kepada subyek (subyek memilih gaya competition).
Peneliti menyarankan dilakukannya metode kualitatif dengan menggunakan chatting bila subyek bersedia apabila ingin melakukan wawancara dengan subyek yang tinggal di luar negeri.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Lihat Sejarah Pengadaan  Konversi Metadata   Kembali
design
 
Process time: 0.078125 second(s)