P.T. INDOSAT salah satu BUMN terkemuka di bisnis telekomunikasi telah didivestasi diawal tahun 2003 melalui strategic sales kepada investor asing dari Singapura.Divestasi dilakukan oleh kementrian BUMN, sebagai bagian dari rencana program privatisasi BUMN, dan juga dengan 3 (tiga) alasan utama yang dikemukakan yaitu : memajukan perusahaan, mengisi keuangan APBN dan bisnis P.T. INDOSAT termasuk bisnis yang ¿sunset¿ . Bisnis sunset P.T. INDOSAT versi pemerintah ini, walaupun sebenarnya bertolak belakang dengan realita, ternyata telah mengalihkan bisnis satelit P.T. INDOSAT. Dimana dalam bisnis ini banyak bersinggungan dengan pengaturan maupun dengan kaidah hukum ruang angkasa. Pemerintah telah mengabaikan masalah ini dan tidak pula mengantisipasi dampak yang mungkin terjadi dari divestasi P.T. INDOSAT. Terutama yang berkaitan dengan bisnis satelitnya, dimana P.T. INDOSAT telah menempatkan satelitnya di sejumlah slot atau kavling orbit geostationer. Kavling satelit P.T. INDOSAT di orbit geostasioner merupakan harta negara yang tidak ternilai harganya, bukan hanya karena GSO merupakan sumber daya alam yang sangat terbatas, tetapi terdapat juga kedaulatan negara dan secara langsung terdapat yurisdiksi negara. Bukan hanya kedaulatan negara di kavling GSO yang dialihkan, namun divestasi P.T. INDOSAT dimasa yang akan datang akan memberikan dampak hukum yang luar biasa, dan ini harus ditanggung oleh negara sebagai konsekuensi dari divestasi itu sendiri.Dampak hukum yang telah diatur dalam Space Treaty 1967 pada Pasal VI dan VII adalah ¿State Responsibility¿ dan ¿ International Liability¿ yang akan dipertanggung jawabkan dalam kurun waktu yang tidak terbatas atau dalam kurun waktu yang tidak berhingga. Negara yang hanya menerima manfaat sesaat, namun beban yang ditanggungnya berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Ini dapat dipahami karena divestasi P.T. INDOSAT prosesnya banyak tidak sejalan atau tidak sesuai dengan aturan hukum baik berdasarkan UUD 1945, TAP MPR maupun Undang-Undang lainnya |