Iklan sebagai sarana promosi seharusnya menyampaikan kepada konsumen informasi atas suatu produk yang jelas, jujur dan bertanggung jawab. Hal ini pun telah diatur secara jelas dan sama, secara garis besar, dalam Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, dan Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia ( TKTCPI ) yang disusun oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, dan masih banyak lagi peraturan perundang-undangan lain yang mengatur mengenai periklanan. Namun, hingga sekarang masih tetap beredar iklan-iklan yang melanggar peraturan-peraturan di atas, dimana isinya menipu, mengelabui dan menyesatkan konsumen. Tentu saja iklan-iklan seperti ini memberikan akibat dan pengaruh buruk pada masyarakat, salah satu di antaranya adalah tumbuhnya konsumerisme, dimana masyarakat terpengaruh oleh isi dan pesan iklan yang dibuat begitu atraktif, hingga kadang menjadi berlebihan, dan membuat masyarakat membeli barang yang seharusnya bukan menjadi kebutuhannya, dan tak jarang dimana masyarakat pun mendapatkan barang yang mereka beli tidak sesuai dengan yang diiklankan atau dalam keadaan yang tidak semestinya. Banyak aturan-aturan yang dilanggar dalam rangka pembuatan iklan yang demikian kreatif dan penyampaian pesan secara berlebihan kepada konsumen, seperti penggunaan atribut profesi, melakukan perbandingan dengan produk sejenis dari produsen yang berbeda, iklan-iklan yang menggunakan kekerasan, atau iklan-iklan yang melanggar etika dan kesusilaan. Walaupun PPPI dan Undang-undang Perlindungan Konsumen telah menetapkan sanksi terhadap iklan-iklan tersebut di atas, namun hingga sekarang, iklan-iklan tersebut tetap beredar tanpa khawatir akan diberikan sanksi atau mendapatkan teguran dari lembaga-lembaga yang berwenang. Skripsi ini bermaksud untuk menganalisa mengapa iklan-iklan yang melanggar aturan, atau isinya yang menipu, mengelabui dan menyesatkan masyarakat itu masih sering beredar. Apakah hal ini disebabkan karena lembaga-lembaga, seperti YLKI dan PPPI yang tidak secara tegas dalam menerapkan aturan-aturannya, atau karena aturan-aturan yang ditetapkan tersebut tidak dijalankan sesuai kehendak undang-undang? Lalu dimanakah letak batasan tanggung jawab dari masing-masing pihak yang terkait di dalamnya? Adakah perlindungan hukum di masyarakat terhadap iklan-iklan semacam itu atau perlu dibuat peraturan baru apabila aturan-aturan tersebut di atas tetap tidak diterapkan secara tegas? Skripsi ini, berkesimpulan, bahwa Undang-undang Perlindungan Konsumen dan TKTCPI belum berjalan sesuai kehendak undang-undang, karena para produsen dan biro iklan yang tidak menerapkan peraturan-peraturan mengenai periklanan dengan tertib, law enforcement di Indonesia yang yang kurang berjalan dengan baik dan kurangnya kontrol di masyarakat |