Rumah Sakit Atma Jaya, sejak didirikan tahun 1976 sampai sekarang terus menerus setiap tahun mengalami kerugian. Untuk mengetahui sebabnya, perlu dilakukan suatu penelitian dan analisa. Analisa dapat mencakup banyak hal, baik dari segi pemasaran, maupun keuangannya. Analisa ini membahas segi keuangan, khususnya yang mencakup pendapatan jasa rawat inap. Besar kecilnya pendapatan jasa rawat inap tergantung dari jumlah pasien. Untuk mengetahui tingkat hunian pasien digunakan analisa Bed Occupancy Rate (BOR). BOR adalah suatu pengukuran prosentase dengan membagi jumlah hari rawat dalam suatu periode, dikalikan 100% dibagi jumlah tempat tidur (TT) yang tersedia, dikali hari perawatan dalam periode yang sama. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat hunian pasien yang dirawat di rumah sakit. Dalam tesis dibahas perkembangan BOR Rumah Sakit Atma Jaya dari tahun 1996-2000. Dampak dari perkembangan BOR yang rendah berakibat kepada pendpaatan jasa perawatan rendah. Rendahnya jasa perawatan mempengaruhi secara keseluruhan pendapatan rumah sakit. Selanjutnya dalam tesis ini dilakukan analisis Bed Turn Over (BTO) dan Turn Over Interval (TOI), dengan tujuan mengukur tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Analisa rasio keuangan yang digunakan antara lain rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, rasio profitabilitas. Dengan analisa ini dapat diketahui secara keseluruhan kinerja keuangan Rumah Sakit Atma Jaya. Dari hasil penelitian dan analisa Bor serta rasio keuangan selama 5 tahun terakhir (1996-2000), setelah dibandingkan dengan Rumah Sakit ?X?, dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan Rumah Sakit Atma Jaya tergolong kurang baik. Inti kelemahan Rumah Sakit Atma Jaya adalah jumlah pasien yang dirawat inap maupun rawat jalan masih tergolong rendah. Pendapatan jasa rawat inap dilihat dari perhitungan rata-rata BOR selama 5 tahun, yang hanya berkisar antara 39 ? 54% menunjukkan jumlah yang rendah. Jumlah pasien yang berobat dan dirawat inap banyak dari golongan menengah ke bawah, sehingga BOR kelas III dapat mencapai rata-rata 50%, sedangkan kelas I, II, utama dan VIP BORnya rata-rata dibawah 50%, jumlah tempat tidur 145 buah, julah pasien rata-rata 68 orang,d an lama perawatan 1945 hari dalam satu bulan, penerimaan dari jasa perawatan menjadi rendah. Pendapatan dari jasa perawatan memberikan kontribusi rata-rata hanya 13,5% dari total seluruh pendapatan RSA, akibatnya RSA terus mengalami kerugian. Untuk mencapai Break Even Point (BEP) rata-rata BOR harus mencapai 65% dengna julah pasien 95 orang dan lama hari perawatan 2850 hari dalam satu bulan. Jika terhadap penyebab kerugian yang dialami tersebut tidak segera dilakukan perbaikan, maka dimasa yang akan datang, RSA akan terus menderita kerugian, sehingga akan terus menjadi beban bagi Yayasan Atma Jaya. Kerugian tersebut dapat ditanggulangi, apabila dilakukan perbaikan secara total dibidang manajemen, pelayanan, pemasaran, peningkatan efisiensi dan pengawasan, serta perbaikan sarana dan prasarana. Dengan diberikan otonomi oleh Yayasan, maka terbuka peluang bagi Direksi Rumah Sakit Atma Jaya dapat melakukan kerja sama dengan pihak-pihak yang terkait untuk mencari sumber modal dari pihak ke III guna membiayai kegiatan operasionalnya dan kinerja keuangan RSA kearah yang lebih baik. |