Kondisi krisis di Indonesia yang hingga kini belum berujung, tak dapat dipungkiri, terpicu oleh pelepasan rentang intervensi oleh Bank Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1997. Setelah itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang berfluktuasi dengan kecenderungan yang menurun menyebabkan banyak perusahaan menjadi collapse karena kewajibannya membengkak akibat tidak dilindungi dengan teknik lindung nilai dan tidak terlunasi. Pada gilirannya, perbankan sebagai kreditor pun merasakan dampaknya, antara lain berupa likuidasi atau paling tidak masuknya bank dalam program rekapitalisasi lewat BPPN. Banyak hal penting sebenarnya bisa dipelajari dari rangkaian peristiwa itu. Dari semuanya, ada dua hal yang menarik. Hal penting pertama adalah bahwa nilai tukar merupakan salah satu variabel harga yang nilainya berubah-ubah sesuai dengan kekuatan pasar penentunya. Yang kedua, karenanya, adalah bahwa, terlepas dari apakah perusahaan dikelola atau tidak, perusahaan yang melakukan transaksi dalam valuta asing akan sangat terbuka terhadap resiko perubahan nilai akibat pergerakan nilai tukar. Teori Manajemen Keuangan Internasional memperkenalkan kepada kita konsep yang mempelajari sejauh mana perusahaan akan terpengaruh oleh pergerakan nilai tukar, yang disebut konsep exchange rate exposure. Accounting Exposure melihat pengaruh tersebut dari sudut pandang akuntansi dan melibatkan pernyataan kembali pos-pos dalam laporan keuangan perusahaan akibat perubahan nilai tukar. Economic Exposure, yang menjadi fokus tulisan ini, melihat pengaruh tersebut dari sudut pandang teori Ekonomi dan mencurahkan perhatian pada pengaruh pergerakan nilai tukar terhadap arus kas perusahaan di masa depan. Berikutnya, perhatian seharusnya ditujukan kepada bagaimana kita mengelola resiko tersebut sehingga, sedapat mungkin, tidak merugikan kita. Implisit di dalam proses pengelolaan ini adalah proses-proses identifikasi/pengukuran resiko, pencarian dan pemilihan alternatif strategi serta penerapan kombinasi strategi sesuai kondisi. Fokus karya ini adalah pada proses pengukuran/identifikasi dari Economic Exposure. Dengan kata lain, penelitian ini merupakan upaya sederhana untuk melakukan pengukuran EE dan memperoleh gambaran kondisi yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan yang sudah go public di Indonesia. Mengacu pada Shapiro dan Madura, penulis mencoba menerapkan suatu model yang sangat sederhana dan straight forward untuk memperoleh gambaran EE yang dihadapi perusahaan. Dalam model tersebut, sebagai proxy untuk nilai perusahaan xi digunakan harga saham. Secara lebih spesifik digunakan indeks harga saham individu. Model tersebut dapat ditulis sebagai CHIit = a i + ßiCUSDt + ei Di mana CHIit = prosentase perubahan harga saham perusahaan i pada akhir minggu t, CUSDt= prosentase perubahan nilai tukar dolar terhadap rupiah pada akhir minggu t, ai = intercept, ßi = koefisien regresi, ei = error term, Penulis memilih perusahaan-perusahaan dalam kelompok industri Consumer Goods di BEJ sebagai obyek penelitian. Secara sederhana, penulis menganggap perusahaan-perusahaan tersebut paling stabil kondisinya selama masa krisis karena permintaan terhadap produk-produk konsumen dianggap yang paling tidak elastis terhadap kondisi krisis. Penulis memanfaatkan data mingguan (akhir minggu) selama tiga tahun dari 1998, 1999 dan 2000, baik untuk IHSI (dari BEJ) maupun kurs IDR/USD (dari Bloomberg). Seluruh data itu diolah dengan metode regresi sederhana (OLS). Dari pengolahan diperoleh tiga parameter, ß (koefisien regresi), t-statistik dan R2. Nilai ß akan menyatakan besaran pengaruh perubahan nilai tukar terhadap perubahan harga saham; tandanya akan menunjukkan arah hubungannya. tstatistik akan memperlihatkan signifikansi hubungan yang dinyatakan oleh ß. Sementara, R2 akan menggambarkan kepada kita bagian perubahan pada harga saham yang dijelaskan/dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar. Hasil pengujian terhadap hasil-hasil per |