Tunanetra merupakan salah satu dari sekian bentuk kecacatan yang ada. Menurut Hallahan dan Kauffman (1994), seseorang dapat disebut sebagai tunanetra apabila ketajaman visualnya tidak lebih dari 20/200 meskipun sudah menggunakan kacamata atau lensa kontak. Dalam perkembangannya, beberapa anak tunanetra mengalami hambatan pada perkembangan konsep dirinya. Rosenberg (dalam Deaux, Dane, dan Wrightsman, 1993) mendefinisikan konsep diri sebagai seluruh pikiran dan perasaan yang dimiliki individu mengenai dirinya sebagai obyek. Menurut Frey dan Carlock (1984) konsep diri diperoleh dari hasil interaksi sosial antara individu dengan orang lain. Dewasa ini, ada kecenderungan pada orang tua anak tunanetra untuk menyekolahkan anak mereka di sekolah umum. Anak tunanetra yang bersekolah di sekolah umum mendapat perlakuan yang berbeda dari orang-orang normal di lingkungan sekolah, ada orang yang menerima anak tunanetra apa adanya, ada juga yang tidak. Oleh karena itu, diperkirakan bahwa konsep diri anak tunanetra yang bersekolah di sekolah umum berbeda dengan konsep diri anak tunanetra yang bersekolah di sekolah luar biasa. Permasalahan penelitian ini adalah bagaimana gambaran konsep diri anak tunanetra yang bersekolah di sekolah umum. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran konsep diri anak tunanetra yang bersekolah di sekolah umum. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Subyek penelitian berjumlah 2 orang, yaitu 1 pria dan 1 wanita, yang merupakan mahasiswa tunanetra yang berkuliah di perguruan tinggi umum. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua subyek memiliki konsep diri yang positif. Keduanya bisa menerima kekurangan dirinya apa adanya dan yakin bahwa diri mereka memiliki kelebihan tersendiri sebagaimana yang juga dimiliki orang normal. Hal ini dikarenakan penerimaan yang baik dari pihak keluarga dan keluarga besar terhadap diri keduanya. Mereka selalu memperlakukan A dan R sebagaimana layaknya orang normal, dan berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi keduanya. Selain itu, keduanya juga mendapatkan penerimaan yang sangat baik dari orang-orang di lingkungan kampus. Secara keseluruhan, kedua subyek tidak memiliki masalah dalam hal konsep diri dasar, konsep diri fana, konsep diri sosial, dan konsep diri ideal. Kalaupun salah satu subyek memiliki sedikit hambatan dalam hal konsep diri sosial, namun hal tersebut tidak membuat dia mengalami hambatan dalam mengembangkan diri dan dalam berprestasi. Ini dikarenakan oleh adanya dukungan yang besar dari keluarga dan dari teman-teman terdekat terhadap subyek, serta karakter subyek yang tidak mudah menyerah. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar memilih responden yang memiliki latar belakang yang berbeda dengan kedua subyek penelitian, seperti memilih responden yang sejak kecil sekolah di SLB, berasal dari keluarga yang memiliki tingkat ekonomi yang lebih rendah, berkuliah di universitas yang memiliki lingkungan yang kurang kondusif, dan lain sebagainya. Diharapkan agar melalui penelitian yang dilakukan terhadap responden yang berlatar belakang berbeda dengan kedua subyek penelitian, diperoleh informasi yang lebih kaya berkaitan dengan konsep diri mahasiswa tunanetra. |