Wiraniaga memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan perusahaan, karena tanpa usaha wiraniaga dalam menjual produk maka barang atau jasa yang telah diproduksi tidak ada gunanya. Oleh karena itu wiraniaga memerlukan usaha yang cukup besar dalam menawarkan dan menjual produk kepada konsumen. Hal ini dikarenakan mereka harus dapat mencapai target penjualan yang sudah ditentukan oleh perusahaan dalam jangka waktu tertentu. Dalam melakukan penjualan, wiraniaga dituntut untuk memiliki bakat seni serta keahlian untuk mempengaruhi orang lain. Tidaklah mudah untuk mengarahkan kemauan konsumen dengan cara mengemukakan berbagai alasan dan pendapat. Semuanya harus dilakukan dengan berbagai cara untuk mengejar target penjualan yang ditentukan perusahaan. Hal ini dapat menjadi situasi yang menekan (stressful) bagi wiraniaga apabila wiraniaga merasa tidak memiliki kemampuan dalam menjalankan pekerjaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan tingkat stres kerja antara wiraniaga pemula dan wiraniaga senior. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif-kualitatif. Pengumpulan data dilakukan di pusat dan di tiga cabang PT. Tunas Ridean Tbk. (dealer Toyota) sebanyak 60 wiraniaga. Melihat keterbatasan subyek penelitian, maka penelitian ini menggunakan cara try-out terpakai. Untuk mengukur tingkat stres kerja digunakan kuesioner yang disusun berdasarkan skala Likert yang dimodifikasi. Dari 45 item yang dibuat, diperoleh 28 item yang signifikan, dengan nilai koefisien reliabilitas sebesar 0.8302. Dengan menggunakan tingkat signifikansi sebesar 0.5, diperoleh uji t-test sebesar 1.370. Dengan demikian dapat diartikan bahwa tidak ada perbedaan tingkat stres kerja antara wiraniaga pemula dan wiraniaga senior. Dari hasil perbandingan mean teoritis dengan mean empiris diketahui bahwa ternyata tingkat stres kerja wiraniaga pemula dan wiraniaga senior rendah. Setelah mengetahui hasil penelitian, kemudian dilakukan wawancara terhadap dua wiraniaga, dimana satu orang mewakili wiraniaga pemula dan satu orang mewakili wiraniaga senior. Dari hasil wawancara diperoleh keterangan bahwa ternyata wiraniaga pemula dan wiraniaga senior memiliki stressor yang sama dalam pekerjaan mereka dan mereka sudah memiliki cara dan kemampuan untuk mengatasi stres kerja mereka. Hal ini sesuai dengan pernyataan Singer & Davidson (1986), Kron & Gray (1987) dan Smet (1994) yang mengatakan bahwa adanya perbedaan dalam menginterpretasi, menilai kemampuan dan toleransi terhadap hal- hal yang dianggap menekan menyebabkan adanya perbedaan dalam tingkat atau derajat stres. Dalam penelitian ini terbukti bahwa ternyata wiraniaga pemula dan wiraniaga senior samasama menganggap tuntutan target penjualan sebagai stressor dalam pekerjaan mereka, hal ini menyebabkan tidak adanya perbedaan tingkat stres kerja antara wiraniaga pemula dan wiraniaga senior. Sedangkan mengenai tingkat stres kerja yang rendah, sesuai dengan pernyataan Rice (1992) yang mendefinisikan stres dalam pekerjaan sebagai tuntutan dala m pekerjaan yang dinilai oleh si pekerja melebihi kemampuannya untuk dapat diatasi. Dalam penelitian ini, wiraniaga pemula dan wiraniaga senior memiliki kemampuan untuk mengatasi kesulitan dalam pekerjaan mereka, hal inilah yang menyebabkan tingkat stres kerja mereka rendah. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar wiraniaga terus membangun hubungan yang baik dengan rekan kerja, senior maupun atasan; agar tercipta suasana kerja yang menyenangkan sehingga dapat mengurangi stres dalam bekerja. Kepada perusahaan juga disarankan untuk mempertahankan sistem kerja yang sudah baik menjadi lebih baik dan terus memperhatikan kebutuhan dan kesulitan wiraniaganya. |