Di tengah kondisi perekonomian Indonesia yang semakin berkembang dan kompetitif seperti sekarang, perusahaan diharuskan untuk mampu beradaptasi dengan kondisi terkini agar dapat mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Kemampuan pihak manajemen dalam pengambilan keputusan untuk mengelola perusahaan menjadi hal yang sangat penting. Salah satu pengambilan keputusan yang harus mendapat perhatian khusus adalah penetapan harga pokok produksi, atau yang biasa kita kenal sebagai HPP. Harga pokok produksi akan sangat berpengaruh apabila perusahaan hendak menentukan harga jual produknya. Harga pokok produksi yang terlalu tinggi, akan menyebabkan harga jual yang tinggi pula, sehingga dikhawatirkan suatu produk tidak dapat bersaing di pasaran dengan produk sejenis. PT. Ayam Merak adalah sebuah perusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang pengolahan biji kopi menjadi kopi bubuk yang siap dikonsumsi. Berdasarkan sifat dan jenis proses produksinya, PT. Ayam Merak merupakan perusahaan yang menghasilkan produk secara massal dengan kualitas standar (mass production industry), dan proses produksinya bersifat terus menerus atau berkesinambungan (continuous process). Dalam skripsi ini, penulis membatasi pokok pembahasan hanya pada produk yang memiliki volume penjualan paling besar selama tahun 2001 yaitu kopi bubuk jenis Ayam Merak Timah 75 Gr (grade A), kopi bubuk jenis Kopi Gula Ayam Merak 45 Gr (grade B), dan kopi bubuk jenis 2 Ayam Kemasan Ember @ 5 Kg (grade C). Dalam menetapkan harga pokok produksinya, PT. Ayam Merak menggunakan metode yang sangat sederhana, dimana perhitungan harga pokok produksi per kemasan adalah dengan menjumlahkan biaya-biaya yang diperlukan dalam pembuatan suatu produk dan membaginya dengan volume produksi tahun bersangkutan. Unsur-unsur harga pokok produksi terdiri dari biaya bahan langsung, biaya upah langsung, dan biaya produksi tidak langsung. Pembebanan unsur biaya bahan langsung, biaya upah langsung, dan biaya bahan pembantu dalam perhitungan harga pokok produksi per kemasan telah dilakukan dengan benar, namun di dalam membebankan unsur biaya produksi tidak langsung kurang tepat. Menurut penulis, hal ini disebabkan karena : (1) Dalam mengklasifikasikan biaya gaji dan Tunjangan Hari Raya karyawan pabrik , PT. Ayam Merak memasukkan kedua unsur biaya tersebut ke dalam biaya umum dan administrasi, padahal tidak demikian seharusnya. Karyawan pabrik yang meliputi kepala bagian penggorengan, penggilingan, pencampuran dan pengemasan juga turut memberikan kontribusi jasa dalam proses produksi sehingga imbalan atas jasa yang mereka berikan, yang berupa gaji, juga harus diperhitungkan dalam penetapan harga pokok produksi. (2) Perusahaan mengklasifikasikan biaya telepon dan biaya asuransi bangunan dan mesin pabrik ke dalam biaya umum dan administrasi. Menurut penulis, hal ini kurang tepat karena kedua jenis biaya tersebut terjadi bagi kantor dan pabrik. Biaya telepon dan biaya asuransi kantor memang termasuk dalam biaya umum dan administrasi, namun tidak demikian halnya dengan biaya telepon dan biaya asuransi pabrik, karena kedua biaya itu berhubungan dengan kegiatan di pabrik yaitu kegiatan produksi, sehingga harus ikut diperhitungkan dalam penetapan harga pokok produksi. Karena pengalokasian biaya produksi tidak langsung yang kurang tepat, maka harga pokok produksi yang ditetapkan perusahaan terlalu rendah. Hal ini mengakibatkan harga jual produk menjadi lebih rendah, sehingga laba kotor atau Gross Profit yang dilaporkan terlalu rendah. |