Kelebihan manusia di atas ciptaan Tuhan lainnya adalah akal-budi. Akal dan budi ini peranannya jelas sejak daya dukung alam mulai terasa mengendor untuk memasok seluruh keinginan (desires), kemauan (wants) dan kebutuhan (needs) manusia. Soal akal-akalan, licik-licikan sampai pada bujukan dan rayuan gombal tidak dapat dihindari untuk menyatakan warna pola hidup manusia dalam upaya berbenah diri. Dicarilah jalan paling mulus walaupun terasa licik untuk berusaha melepaskan lebih banyak kekayaan orang lain menjadi kekayaan organisasi yang dikelola atau menjadi kekayaan usaha pribadi orang-orang tertentu. Apalagi kalau organisasi tersebut selalu disertai dengan tuntutan kewajiban pada pihak lain - bunga kredit dan gaji karyawan misalnya - secara rutin. Peranan hukumpun mulai ditonjolkan dalam proses penertiban kesemrawutan batas wewenang dan batas wilayah hukum (habitat) seseorang. Pasar swalayan (hypermarket dan superstore), dalam usaha menutupi kewajiban rutin dan mempercepat pengembalian investasinya (Return On Investment/ROI) sejak pertengahan dekade 80-an di kota-kota besar di Indonesia, khususnya Jakarta, dilanda demam tindakan aneh-aneh dan sporadis. Salah satu di antaranya adalah penerapan metode angka ganjil (Odd Pricing Method) untuk menetapkan harga jual. Tujuannya untuk mempercepat aliran dana konsumen masuk kantong pengelola demi kewajiban termaksud di atas. Strategi tandingan apa serta bagaimana dan dalam hal apa sajakah para pembeli di pasar swalayan dapat memanfaatkan kelemahan metode ini ? Itulah sasaran artikel ini untuk menolong mereka yang sering melepaskan sebagian uangnya di pasar swalayan atau tempat-tempat tertentu yang menerapkan strategi penentuan harga yang sama. Bukan lagi ditukarkan dengan permen atau harus berpuas hati dengan alasan dan tindakan spontan kasir yang mengatakan tidak ada uang recean ataukah menyodorkan permen sebagai alat counter sisa uang. |