Usaha Yayasan Tarakanita dan Pendidikan Karolus Borromeus untuk meningkatkan mutu pelayanannya dalam bidang pendidikan telah dilaksanakan melalui berbagai upaya. Salah satu usaha tersebut ialah dengan menyelenggarakan suatu Lokakarya guna meningkatkan mutu katolisitas dan spiritualitas Tarekat CB pada sekolah-sekolah Tarakanita/PKB. Lokakarya yang telah berlangsung mulai dari Surabaya (Trawas, 9-13 September 1990) dan berakhir di Lahat (11-16 Januari 1991) merupakan suatu upaya untuk menin.jau dan menata kembali karya pendidikan Yayasan Tarakanita/PKB. Menjadi jelas dalam Lokakarya itu bahwa sebuah Sekolah Katolik yang bermutu adalah sebuah sekolah yang katolisitasnya bermutu. Mutu katolisitas sebuah sekolah bukan hanya terletak pada mutu lulusannya saja, tetapi juga mutu proses pendidikannya dan kesesuaian pemilihan masukannya. Sekolah Katolik adalah tempat pembentukan secara menyeluruh melalui asimilasi kebudayaan secara kritis dan sistematis (SK. 26) yang seluruh warga komunitasnya menurut cara mereka masing-masing ambil bagian dalam visi kristen tentang pendidikan: Kristus adalah dasar dari seluruh usaha pendidikan, wahyuNya memberikan arti baru kepada hidup dan membantu manusia mengarahkan pikirannya, tingkah laku dan kemauannya menurut Injil, dengan menjadikan Sabda Bahagia (Mt. 5:3-12) sebagai norma hidupnya; prinsip-prinsip Injil menjadi prinsip pendidikan, menjadi motovasi dan tujuan akhir (SK. 34). Salah satu tanda sebuah sekolah katolik disebut bermutu ialah bahwa proses pendidikan di sekolah itu ditandai dengan suasana kristiani. Suasana yang demikian memungkinkan proses pendidikan dapat berlangsung dengan sesungguhnya. Sesungguhnya pembinaan itu hanyalah mendidik kalau kaum muda dapat mengaitkan pelajaran mereka dengan keadaan hidup nyata yang mereka kenal. Sekolah harus menolong murid mengupas arti pengalaman-pengalamannya dan kebenaran dari pengalaman-pengalaman itu. Tiap sekolah yang melalaikan kewajiban itu dan yang hanya menyampaikan kesimpulan-kesimpulan yang sudah jadi, sekolah tersebut menghambat perkembangan pribadi murid-muridnya (SK.27). Jelaslah bahwa dalam proses pendidikan, murid bukan hanya masukan yang diproses, melainkan masukan yang memproses dirinya (aktif dan eksploratif); sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilitator, menolong murid; muridlah yang aktif "mengupas arti". Dalam hubungan ini dapat disebutkan bahwa penyebarluasan CBSA memberi harapan bahwa murid memperoleh kesempatan berperan aktif dalam pendidikan dirinya. |