Anda belum login :: 02 Jun 2025 22:00 WIB
Detail
ArtikelAfiksasi bunyi nasal sebagai pemarkah verba transitif bahasa Bali: kajian transformatif generatif  
Oleh: Wardana, I Ketut
Jenis: Article from Proceeding
Dalam koleksi: KOLITA 15 : Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya Kelima Belas, page 577-581.
Topik: bunyi nasal; bentuk asal; asimilasi
Fulltext: 577 I Ketut Wardana-OK.pdf (288.8KB)
Ketersediaan
  • Perpustakaan PKBB
    • Nomor Panggil: 406 KLA 15
    • Non-tandon: 1 (dapat dipinjam: 1)
    • Tandon: 1
   Reserve Lihat Detail Induk
Isi artikelBentuk fonologis yang diturunkan kedalam gambaran fonetis dapat ditelusuri melalui proses afiksasi bunyi nasal dalam verba transitif Bahasa Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk afiksasi nasal [m], [n] dan [?] dalam Bahasa Bali dan menjelaskan proses fonologis sebagai pemarkah verba.. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan kerangka berfikir fenomenologis. Metode dan teknik pengumpulan data dilaksanakan melalui observasi bunyi nasal Bahasa Bali dalam tataran leksikal dan posleksikal dengan teknik rekam, simak, libat dan catat. Data primer dianalisis dengan menggunakan teori fonologi transformatif generatif yang mendifinisikan fonem bukanlah satuan terkecil, tetapi unsur fitur pembeda yang dapat membedaka arti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga bunyi nasal, yaitu: [m], [n], [?] sebagai gambaran fonetis atau alofon dari bentuk asalnya, yaitu [?] yang secara morfofonemik berfungsi sebagai awalan prefiks pada verba. Jika morfem pangkal sebagai pemarkah verba transitif yang diawali oleh bunyi [p], maka [?] mengalami proses asimilasi menjadi [m] dan [p] lesap. Kata Pules ‘tidur’ menjadi verba mulesang dalam kalimat ‘I Meme mulesang panakne’ ‘Ibu menidurkan anaknya’. Ini berarti bahwa bunyi [m] merupakan alofon dari bentuk asal [?]. Sementara awalan [?] berasimilasi menjadi [?] apabila berada sebelum bunyi vokal. Seperti kata sifat éndép ‘pendek’ menjadi [?éndépa?] ‘menurunkann. Di sisi lain bunyi-bunyi hambat velar tak bersuara [g] dan tak bersuara [k] berasimilasi menjadi [?]. Contoh kata [k?lés] ‘lepas’ menjadi [??lésa?] ‘melepaskan’. Yang terakhir, bentuk asal [?] berasimilasi menjadi [n] apabila pangkal segmen diawali oleh bunyi [t], dalam kata [t?t?ka?] ‘potongkan’ menjadi [t?t?ka?] ‘memotongkan’. Asimilasi terjadi apabila segmen-segmen menjadi lebih serupa dengan memperoleh spesifikasi ciri dari segmen dalam lingkungan terdekatnya.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Kembali
design
 
Process time: 0 second(s)