Anda belum login :: 27 Apr 2025 12:17 WIB
Detail
ArtikelKekerasan Simbolik Dalam Wacana Mob Papua  
Oleh: Mawene, Aleda
Jenis: Article from Proceeding
Dalam koleksi: KOLITA 14 : Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya Keempat Belas, page 331-334.
Topik: Mob Papua; Kekerasan simbolik; Analisis wacana kritis
Fulltext: hal 331-334.pdf (18.75MB)
Ketersediaan
  • Perpustakaan PKBB
    • Nomor Panggil: 406 KLA 14
    • Non-tandon: 1 (dapat dipinjam: 1)
    • Tandon: 1
   Reserve Lihat Detail Induk
Isi artikelBahasa merupakan sebuah produk budaya yang tidak dapat dipisahkan dari konteks sosialnya (Martono, 2012). Bahasa menjadi media interaksi sosial yang di dalamnya terdapat dominasi kekuasaan. Praktik kekuasaan selalu ditandai oleh pola-pola kekerasan yang memiliki mekanisme objektif sehingga kelompok sosial yang dikuasai patuh menerima kekerasan tersebut. Fenomena itu dikenal sebagai kekerasan simbolik (symbolic violence). Jadi, kekerasan simbolik adalah sebuah bentuk kekerasan yang halus dan tidak tampak, yang di baliknya terdapat praktik dominasi (Santoso, 2011; Thompson, 2014). Mob adalah wacana humor yang lazim disampaikan dalam bahasa Melayu Papua. Penuturan Mob mencerminkan bentuk praktik penggunaan bahasa secara kontekstual dan mampu menyatukan beragam masyarakat yang berdomisili di Papua. Mob pada umumnya disajikan dalam bentuk verbal dengan memanfaatkan kata, kalimat, dan wacana. Isinya mengandung asosiasi makna tertentu yang menimbulkan kelucuan dan mengundang tawa dan senyum pendengarnya. Meskipun demikian, wacana Mob Papua menyimpan praktik dominasi seksisme terhadap partisipannya. Kajian ini bertujuan mendeskripsikan bentuk dan makna kekerasan simbolik dalam wacana Mob Papua. Untuk tujuan itu, digunakan pendekatan analisis wacana kritis menurut pandangan Norman Fairlough (Eriyanto, 2001). Fairlough membagi wacana dalam tiga dimensi, yakni teks, discourse practice, dan sociocultural practice. Dalam konteks ini, wacana Mob Papua adalah adalah kreasi sosial masyarakat Papua yang berkenaan dengan perspektif tertentu dan merefleksikan kepentingan kelompok tertentu. Oleh sebab itu, diperlukan interpretasi bagaimana wacana tersebut diproduksi dan dikonsumsi oleh masyarakat Papua. Datanya berupa kata, idiom, istilah, dan kalimat kutipan wacana Mob Papua yang mengandung kekerasan simbolik. Data bersumber pada buku kumpulan Mob, harian Cenderawasih Pos, Mob cyber, dan tayangan televisi Papua melalui teknik studi dokumentasi. Data yang telah dikumpul kemudian dipilah dan disajikan sesuai dengan tujuan penelitian. Data itu kemudian dianalisis secara induktif melalui proses deskripsi, interpretasi, dan eksplanasi. Terakhir, dibuat simpulan deskripsi bentuk dan makna kekerasan simbolik dalam wacana Mob Papua. Contoh teks dan konteks: seorang kakek yang tidak bisa tidur berkata kepada istrinya: ...Mace kitong dua maen dolo eeee...mungkin habis itu sa bisa tidur kapa… Makna: Si kakek ingin berhubungan badan dengan istrinya agar ia dapat tidur. Tuturan di atas dianggap sebagai kekerasan simbolik berbentuk kalimat permintaan (direktif). Meskipun menggunakan eufemisme ‘main’, tuturan kakek ini bertujuan mendorong istrinya agar segera melayaninya. Bahkan dilanjutkan dengan kalimat: Mungkin habis itu sa bisa tidur kapa… seakan-akan ‘kepuasan’ setelah hubungan seks itu belum pasti. Padahal si kakek yakin apa yang diinginkannya. Jadi, dalam konteks ini terjadi dominasi si kakek terhadap si nenek.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Kembali
design
 
Process time: 0.015625 second(s)