Anda belum login :: 23 Apr 2025 17:19 WIB
Home
|
Logon
Hidden
»
Administration
»
Collection Detail
Detail
Leksikon Sebagai Sarana Marjinalisasi: Kajian AWK Dalam Berita Kasus Gafatar dan Terorisme
Oleh:
Harjanti, Fransisca Dwi
Jenis:
Article from Proceeding
Dalam koleksi:
KOLITA 14 : Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya Keempat Belas
,
page 264-270.
Topik:
Leksikon
;
Marjinalisasi
;
Analisis wacana kritis
Fulltext:
hal 264-270.pdf
(18.75MB)
Ketersediaan
Perpustakaan PKBB
Nomor Panggil:
406 KLA 14
Non-tandon:
1 (dapat dipinjam: 1)
Tandon:
1
Reserve
Lihat Detail Induk
Isi artikel
Bahasa yang digunakan di media massa memiliki beberapa fungsi di antaranya sebagai alat untuk mengonstruksi realitas sosial yang ada di masyarakat, sebagai alat yang digunakan untuk membangun hubungan sosial yang ada di masyarakat, dan sebagai alat untuk membuat pernyataan. Pernyataan tersebut berasal dari berbagai kelompok yang memiliki kepentingan dan tujuan tertentu. Kepentingan tersebut bisa berasal dari orang-orang yang memiliki kepentingan dalam proses produksi berita, bahkan dari wartawan sendiri sebagai penulis berita. Hal ini disebabkan wartawan merupakan bagian dari kelompok yang ada di masyarakat, yang memiliki tujuan yang hendak diperjuangkan. Bahasa juga digunakan sebagai untuk membangun dan memelihara dan membangun hubungan social di masyarakat. Hal ini di karenakan bahasa yang digunakan di media massa memiliki potensi yang besar untuk memengaruhi pandangan masyarakat terhadap realitas yang sedang terjadi. Pandangan masyarakat terhadap realitas yang sedang terjadi dan pandangan dalam menyikapi permasalahan dapat memengaruhi hubungan sosial. Begitu pentingnya peranan bahasa di media massa, maka seharusnya penggunaannya perlu diperhatikan. Beberapa di antara kode etik jurnalistik yang harus dipatuhi antara lain adalah bahwa pemberitaan di media massa perlu objektif. Objektif berarti bahwa dalam pemilihan narasumber berita harus berimbang, tidak berat sebelah, dan tidak berpihak pada kelompok atau golongan tertentu. Objektivitas dibutuhkan agar media dapat bersikap netral. Kenetralan dibutuhkan media dalam menyampaikan fakta atau peristiwa kepada masyarakat. Bahasa dalam media massa perlu memperhatikan kaidah yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar terhindar dari pemakaian bahasa yang tidak lazim. Dalam kenyataannya masih terjadi ketidaknetralan dalam peliputan dan pelaporan berita. Hal ini tempak saat pemilihan narasumber dalam peliputan berita dan penggunaan bahasa. Sebenarnya penggunaan bahasa di media massa tidak jauh berbeda dengan wacana yang lain. Bahasa di media massa tidak hanya digunakan untuk mengomunikasikan pesan kepada masyarakat namun juga digunakan untuk mengonstruksi realitas social. Ketidaknetralan dalam media tampak dalam pemilihan strategi wacana. Satu di antara beberapa bentuk strategi yang digunakan wartawan dalam peliputan maupun pelaporan berita adalah marginalisasi. Marjinalisasi merupakan strategi yang digunakan dalam wacana media massa, khususnya dalam wacana berita. Marginalisasi berhubungan dengan pemburukan seseorang dalam perbincangan publik. Mereka diperbincangkan dan dibicarakan, namun dipandang buruk. Marjinalisasi terjadi di banyak tempat dan banyak sisi kehidupan ketika seseorang yang memiliki otoritas dan kemampuan menganggap kelompok lain buruk. Ada beberapa praktik pemakaian bahasa sesuai strategi ini, di antaranya adalah eufemisme, disfemisme, labelisasi, dan stereotipe. Makalah ini mengkaji praktik marjinalisasi dalam wacana berita, khususnya berita yang saat ini sedang menjadi perbincangan publik, yakni kasus Gerakan Fajar Nusantara dan pengeboman di Jakarta. Data bersumber dari wacana berita di media massa cetak, khususnya Jawa Pos dan Kompas. Pisau bedah yang digunakan untuk mengkaji wacana teks media adalah analisis wacana kritis. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan penggunaan strategi marjinalisasi yang meliputi eufemisme, disfemisme, labelisasi, dan stereotipe. Data yang digunakan sebagai bahan analisis diambil dari berita yang dimuat di media massa cetak. Berita yang dijadikan bahan analisis dikhususkan pada berita tentang pembubaran kelompok Gafatar atau Gerakan Fajar Nusantara dan Pengeboman di Jakarta. Metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi. Metode penganalisisan data menggunakan analisis wacana kritis yang bersumber dari teori Fairclaugh (1995) yang mencakup tiga dimensi, yakni (a) teks, (b) praksis kewacanaan, dan (c) praksis sosio budaya. Proses analisisnya dilakukan dalam tiga tahap, yakni (a) deskripsi, (b) penafsiran, dan (c) penjelasan. Hasil penelitian membuktikan bahwa dalam kasus Gafatar dan terorisme leksikon-leksikon tertentu digunakan kelompok yang memiliki kekuasaan untuk melakukan praktik marjinalisasi terhadap kelompok lain. Leksikon yang bermakna eufemisme digunakan untuk menyebut tindakan yang dilakukan kelompok atas, misalnya pengamanan. Leksikon yang bermakna disfemisme digunakan untuk menyebut tindakan yang dilakukan kelompok bawah, misalnya aksi teror, pengeboman. Dalam praktik labelisasi, beberapa leksikon seperti teroris, terduga teroris, residivis teroris, kelompok aliran sesat, pengungsi, ormas sesat digunakan untuk mendeskriminasikan kelompok tertentu yang berseberangan dengan pemerintah.
Opini Anda
Klik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!
Kembali
Process time: 0.015625 second(s)