Anda belum login :: 18 Jun 2025 01:02 WIB
Home
|
Logon
Hidden
»
Administration
»
Collection Detail
Detail
Memurnikan Budaya Akademis
Oleh:
Sadono, Bambang
Jenis:
Article from Bulletin/Magazine - ilmiah lokal
Dalam koleksi:
Kampus Indonesia: Pemerhati Prestasi Pendidikan Tinggi no. 04 (Jul. 2015)
,
page 4-5.
Topik:
Budaya akademis
;
gelar akademis
Ketersediaan
Perpustakaan Pusat (Semanggi)
Nomor Panggil:
KK33
Non-tandon:
tidak ada
Tandon:
1
Lihat Detail Induk
Isi artikel
Dulu pada saat saya kuliah, akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an, gelar sarjana muda masih dianggap presitius di masyarakat. Maka sebelum pada program sarjana yang diatur dalam program Srata l(S-l), gelar seperti Bachelor of Arts (BA), Bachelor of Science (B Sc), bahkan singkatan yang aneh seperti Bc Hk (Bachelor Hukum), masih dikenal dan diperhitungkan. Guru-guru SMA yang bergelar BA atau Bsc, dianggap lebih berwibawa dibanding dengan guru-guru tamatan Pendidikan Guru Sekolah Lanjuan Atas (PGSLA) yang tanpa gelar. Disadari atau tidak, gelar akademis pada tahun-tahun itu di masyarakat, menjadi simbol status baru. Bahkan secara bergurau para mahasiswi Fakultas Hukum setidaknya berusaha untuk mendapatkan gelar Bc Hk, atau yang kemudian juga dikenal dengan Sarjana Muda Hukum (SM Hk), untuk menghiasi undangan, jika sewaktu-waktu harus menikah sebelum gelar sarjananya teraih. Seiring dengan itu, selain perguruan tinggi yang berbentuk universitas pada saat itu, banyak bermunculan akademi atau politeknik, yang meluluskan sarjana muda, kemudian menjadi Diploma III, atau ahlimadya. Perkembangan waktu menyertai pertumbuhan ekonomi, kebutuhan untuk bersekolah lebih tinggi, setidaknya untuk mendapat gelar akademis, seolah menjadi kebutuhan. Bukan saja lulus sarjana akan mempermudah untuk mengisi lapangan kerja, tetapi juga membantu untuk mendapat karier atau jabatan yang lebih baik.
Opini Anda
Klik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!
Kembali
Process time: 0 second(s)