Anda belum login :: 26 Apr 2025 06:57 WIB
Home
|
Logon
Hidden
»
Administration
»
Collection Detail
Detail
Penafsiran Mou Helsinki Terkait Keberadaan Calon Independen dalam Kaitan Makna Otonomi Khusus di Aceh Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-VIII/2010
Oleh:
'Ulya, Zaki
Jenis:
Article from Journal - ilmiah nasional
Dalam koleksi:
Jurnal Yudisial vol. 8 no. 2 (Aug. 2015)
,
page 125-143.
Topik:
otonomi khusus
;
hak politik
;
pemilukada
;
special autonomy
;
political rights
;
regional election
Fulltext:
JJ15612508022015.pdf
(596.73KB)
Ketersediaan
Perpustakaan Pusat (Semanggi)
Nomor Panggil:
JJ156
Non-tandon:
1 (dapat dipinjam: 0)
Tandon:
tidak ada
Lihat Detail Induk
Isi artikel
Aceh merupakan salah satu daerah provinsi dalam lingkup Negara Indonesia yang memperoleh status otonomi khusus. Pemberian otonomi khusus diatur menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, melalui semangat MoU Helsinki. Salah satu kekhususan Aceh terkait dengan otonomi khusus yaitu hak bidang politik seperti keikutsertaan calon independen dan partai politik lokal. Kedua hal tersebut merupakan perintah langsung dari MoU Helsinki. Namun, kedua hal tersebut terkendala dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, memerintahkan setiap daerah provinsi dapat mengikutsertakan calon independen dalam pemilukada. Kendala Aceh, keikutsertaan calon independen dalam pemilukada menurut MoU Helsinki dan UndangUndang Nomor 11 Tahun 2006 hanya satu kali. Oleh karena itu, pertentangan politik terjadi diakibatkan karena pelaksanaan seluruh butir MoU Helsinki belum diselesaikan oleh pemerintah pusat dan adanya upaya menggagalkan pelaksanaan pemilukada akibat MoU Helsinki tidak terealisasi sebagaimana mestinya. Maka permasalahan tersebut dimohonkan untuk diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 35/PUU-VIII/2010. Mahkamah Konstitusi menilai terjadi perbedaan penafsiran atas MoU, khususnya terkait hak politik di Aceh. Adapun inti dari Putusan Nomor 35/ PUU-VIII/2010 yaitu memperjelas makna otonomi khusus terkait hak politik yang disebutkan oleh MoU Helsinki dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 bagi Aceh. Kemudian Mahkamah Konstitusi memberikan penafsiran bahwa pelaksanaan MoU tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945.
Opini Anda
Klik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!
Kembali
Process time: 0 second(s)