Anda belum login :: 01 Jun 2025 07:03 WIB
Detail
ArtikelFenomena Hukum yang “Ditidurkan” dalam Upaya Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme  
Oleh: Soeroso, Fajar Laksono
Jenis: Article from Journal - ilmiah nasional
Dalam koleksi: Jurnal Legislasi Indonesia vol. 11 no. 2 (Jun. 2014), page 171-182.
Topik: Statutory Dormancy; Pemberantasan KKN; statuta dormancy; eradication of corruption; collusion; and nepotism
Fulltext: JJ_11_02_2014 Fajar Laksono Soeroso.pdf (584.64KB)
Isi artikelUpaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme belum sesuai sebagaimana yang diharapkan. Kemungkinannya banyak, akan tetapi salah satu hal yang mendasar ialah bangsa ini terlampau fokus hanya pada pemberantasan korupsi, padahal, reformasi 1998 mengamanatkan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Artinya, yang diberantas KKN, bukan hanya korupsi. Dalam kerangka itu, telah ada UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dan Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang sampai hari ini masih berlaku. Namun, UU No. 28/1999 tidak pernah efektif diberlakukan, bahkan menjadi “hukum yang ditidurkan” (statutory dormancy). Ironisnya, tidak pernah ada upaya mengefektifkan atau mencabutnya. Tulisan ini mengemukakan 4 (empat) fakta yang meyebabkan UU No. 28/1999 “ditidurkan”, yaitu: (1) UU No. 28/1999 kehilangan 'ruh' pasca berlakunya UU No. 30/2002; (2) 'penyempitan' KKN menjadi hanya korupsi belaka; (3) tidak memiliki acuan teknis pelaksanaan; dan (4) nepotisme hampir mustahil diberantas. Fakta tersebut menunjukkan 2 (dua) hal, UU No. 28/1999 lemah secara substansi, dan kelemahan tersebut direspon dengan perilaku hukum untuk 'menidurkan' UU No. 28/1999. Ketidakefektifan UU No. 28/1999 tidak boleh dibiarkan. Jika problemnya terletak pada lemahnya UU No. 28/1999, hal yang perlu dilakukan tentulah menyempurnakan ketentuan-ketentuan tersebut dalam kerangka mempertajam upaya pemberantasan KKN.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Kembali
design
 
Process time: 0 second(s)