Latar Belakang : Infeksi parasit usus masih menjadi permasalahan kesehatan global, terutama di negara berkembang. Deteksi infeksi STH hingga saat ini sebagian besar masih bergantung pada metode mikroskopik qPCR. Dalam beberapa tahun terakhir, digital PCR muncul sebagai teknologi baru yang menjanjikan, yang mampu melakukan kuantifikasi absolut tanpa memerlukan kurva standar. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja metode molekular dalam deteksi kecacingan.
Metode : Studi cross-sectional ini menggunakan spesimen yang berasal dari daerah pedesaan di Indonesia. Sebanyak 139 spesimen tinja diekstraksi dan dianalisis untuk mendeteksi DNA cacing menggunakan metode molekuler. Kinerja komparatif antara antar metode diagnostik dievaluasi menggunakan uji McNemar, sedangkan tingkat kesesuaian antar metode dianalisis melalui Koefisien Kappa. Selain itu, hubungan antara metode diagnostik dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman.
Hasil : Deteksi kasus positif A. lumbricoides oleh Kato-Katz, qPCR, dan dPCR adalah serupa sedangkan untuk T. trichiura didapatkan hasil berbeda. Metode mikroskopik hanya dapat mendeteksi < 40% sedangkan kedua metode molekular dapat mendeteksi hingga > 80% spesimen. Hasil yang diberikan pada qPCR serupa dengan hasil pada dPCR. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua metode molekuler untuk deteksi kecacingan.
Kesimpulan : Hasil deteksi kecacingan untuk metode molekular memberikan hasil serupa |