Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa legalitas Carbon Border Adjustment Mechanism ("CBAM") dalam perspektif prinsip-prinsip hukum yang dianut oleh WTO. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menilai sejauh mana standar aturan perdagangan karbon di Indonesia dapat mengakomodasi ketentuan yang ditetapkan dalam CBAM. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan menganalisis bahan hukum primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CBAM merupakan instrumen kebijakan lingkungan yang bertujuan mencegah kebocoran karbon. Dari perspektif Uni Eropa, kebijakan ini dapat dibenarkan dalam kerangka pengecualian ketentuan GATT. Namun demikian, kebijakan lingkungan seperti CBAM tetap harus tunduk pada prinsip dasar WTO, terutama prinsip Most-Favoured Nation dan National Treatment. Pengecualian terhadap negara tertentu dalam penerapan CBAM berpotensi melanggar prinsip non-diskriminasi sebagaimana diatur dalam ketentuan WTO. Di sisi lain, standar aturan perdagangan karbon di Indonesia masih terbatas, karena baru mencakup sektor energi dan kehutanan. Akibatnya, ekspor besi baja dan aluminium yang dilakukan ke Uni Eropa akan sepenuhnya terkena beban CBAM sehingga menimbulkan kesenjangan standar perdagangan karbon antara Indonesia dan CBAM. Oleh karena itu, diperlukan penguatan kerangka hukum perdagangan karbon di Indonesia agar selaras dengan dinamika kebijakan perdagangan internasional berbasis lingkungan. |