Non-Fungible Token (NFT) merupakan asetdigital berbasis blockchain yang bersifat unik namunmemiliki nilai yang subjektif, sehingga rawandimanfaatkan dalam praktik manipulatif seperti wash trading—transaksi jual-beli berulang oleh pihak yang sama untuk menciptakan ilusi permintaan dan menaikkanharga secara artifisial. Di Indonesia, belum adapengaturan khusus yang melarang praktik ini, sehinggatimbul kekosongan hukum dan lemahnya perlindunganinvestor. Rumusan masalah penelitian ini , yaitubagaimana perbandingan pengaturan hukum terkait wash trading di pasar NFT antara Indonesia dan negara lain, serta mengapa masyarakat tetap melakukan transaksi di pasar NFT meskipun praktik tersebut marak terjadi. Dengan menggunakan metode yuridis normatif dan pendekatan perbandingan hukum, penelitian inimenemukan bahwa wash trading secara substansimemenuhi unsur tindak pidana penipuan dan persaingancurang, namun ketiadaan norma khusus menyulitkanpenegakan hukum sesuai asas legalitas. Studiperbandingan dengan Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Singapura menunjukkan bahwa pengaturan tegas, kewenangan lembaga pengawas yang jelas, dan laranganeksplisit terhadap manipulasi pasar mampumeningkatkan integritas pasar digital Serta para konsumen yang masih berniat untuk mencoba transaksidi market NFT kareena adanya unsur FOMO. Oleh karena itu, kesimpulan penelitian ini adalah dari sisiregulasi indonesia tertinggal dibanding negara negaralain seperti Amerika, Uni Eropa, dan Singapura oleh sebab itu perlu adanya kriminalisasi wash trading di pasar NFT melalui pembentukan norma hukum yang jelas dan spesifik, penguatan koordinasi antarotoritas, serta peningkatan edukasi investor guna menjaminkepastian hukum, melindungi konsumen, dan menjagaintegritas pasar digital di Indonesia. |