Perlindungan konsumen dalam konteks pencantuman indikator kandungan gula pada minuman kemasan menjadi isu penting di tengah meningkatnya konsumsi produk bergula tinggi yang berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat, seperti obesitas dan diabetes. Meskipun Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah menjamin hak konsumen atas informasi yang benar dan jelas, masih banyak pelaku usaha yang belum mencantumkan informasi kadar gula secara akurat. Kurangnya regulasi khusus dan pengawasan efektif mengakibatkan konsumen tidak memiliki landasan yang cukup untuk membuat keputusan konsumsi yang sehat. Penelitian ini menganalisis aspek hukum dan perlindungan konsumen terhadap praktik pencantuman kandungan gula oleh pelaku usaha, serta membandingkannya dengan praktik internasional sebagai upaya mendorong regulasi yang lebih komprehensif di Indonesia. Adapun yang menjadi pembahasan dalam Penulisan Hukum ini mengenai Bagaimana aspek perlindungan konsumen terkait dengan pencantuman informasi indikator kandungan gula pada minuman kemasan Serta Bagaimanakah pemenuhan hak konsumen terkait dengan kerugian yang ditimbulkan karena tidak dicantumkanya indikator kandungan gula pada minuman kemasan. Dalam penulisan Hukum ini penulis menggunakan metode penelitian berupa Yuridis Normative dengan menelusuri data dan bahan hukum yang diperoleh melalui studi kepustakaan terkait dengan masalah penelitian ini. Kesimpulan dari penulisan ini adalah Ketiadaan informasi indikator kandungan gula pada produk minuman kemasan merupakan bentuk kelalaian pelaku usaha yang dapat membahayakan kesehatan konsumen, terutama bagi individu dengan kondisi medis seperti diabetes. Hal ini bertentangan dengan prinsip perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang menegaskan hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur. Pelaku usaha wajib mencantumkan informasi kandungan gula sebagai bentuk kepatuhan hukum dan tanggung jawab sosial. Penegakan hukum yang tegas, disertai dengan edukasi konsumen melalui kampanye publik, media sosial, dan penyuluhan di ruang-ruang publik, diperlukan untuk meningkatkan kesadaran dan mencegah kerugian akibat konsumsi gula berlebih. Pemerintah, melalui lembaga seperti BPOM, perlu memperkuat regulasi dan pengawasan agar tercipta lingkungan konsumsi yang sehat dan transparan. Dengan demikian, perlindungan hak konsumen dapat terwujud melalui sinergi antara regulasi, edukasi, dan pengawasan yang berkelanjutan. |