Perkembangan e-commerce di Indonesia dan Singapura telah memunculkan tantangan baru dalam perlindungan konsumen, khususnya terkait penjualan produk elektronik tanpa garansi. Di Indonesia, garansi diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, termasuk jangka waktu minimal satu tahun. Sebaliknya, Singapura tidak menetapkan batas waktu garansi secara eksplisit dalam regulasi, sehingga bergantung pada kebijakan masing-masing pelaku usaha. Penelitian ini merumuskan dua masalah utama: tanggung jawab pelaku usaha atas penjualan produk tanpa garansi dan perbandingan perlindungan hukum konsumen di kedua negara. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem hukum Indonesia lebih normatif dan sanksinya mencakup pidana, sementara Singapura menekankan efisiensi dan penyelesaian sengketa melalui lembaga seperti Small Claims Tribunals. Disarankan agar pemerintah memperkuat regulasi dan pengawasan, konsumen meningkatkan literasi hukum, serta platform e-commerce menyediakan verifikasi keaslian produk untuk menciptakan ekosistem perdagangan digital yang adil dan bertanggung jawab. |