Penelitian ini mengkaji dua masalah penelitian, yakni bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban hukum oleh Majelis Hakim yang melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dan memutus perkara Gregorius Ronald Tannur dan bagaimanakah akibat hukum yang ditimbulkan dari putusan Pengadilan Negeri yang tidak didasarkan pada pertimbangan alat bukti sah dikaitkan dengan Teori Negatief Wettelijk Bewijs. Jawaban dari permasalahan hukum yang diangkat oleh penulis adalah Kesimpulan dari penelitian ini adalah Majelis hakim yang diduga melanggar kode etik akan diperiksa oleh Majelis Kehormatan Hakim (MKH). MKH yang adalah lembaga yang terdiri dari Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung yang bertugas menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta menjaga perilaku hakim. Sanksi yang bisa dijatuhkan oleh MKH bervariasi, mulai dari teguran lisan, teguran tertulis, non-palu (tidak boleh memimpin sidang) untuk sementara, hingga pemberhentian tidak dengan hormat dan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya terkait perkara Ronald Tannur yang tidak didasarkan oleh alat bukti yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum dapat dianggap sebagai putusan yang tidak berdasarkan hukum atau tidak dipertimbangkan secara cermat. Hal ini dapat menjadi alasan kuat bagi Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan kasasi pada perkara Ronald Tannur yang divonis bebas pada Putusan Nomor 454/Pid.B/2024/PN.SBY dan dapat memberikan potensi pembatalan Putusan Putusan Nomor 454/Pid.B/2024/PN.SBY. |