(E)Praktik aborsi oleh dokter non-obgyn terhadap pasien anak tanpa persetujuan wali dalam situasi kedaruratan medis, yang menimbulkan dilema hukum dan etik. Fenomena ini muncul di tengah keterbatasan akses terhadap layanan aborsi aman serta urgensi penyelamatan nyawa pasien. Permasalahan utamanya adalah apakah dokter non-obgyn yang melakukan aborsi pada anak tanpa persetujuan wali dengan indikasi darurat medis dapat dikenakan sanksi pidana dan bagaimana peran KUHP sebagai lex generalis dan ketentuan dalam UU Kesehatan serta UU Perlindungan Anak sebagai lex specialis yang memberi ruang bagi tindakan medis darurat. Penelitian menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan studi kasus. . Ditinjau dari prinsip etik medis dan teori otonomi moral, penyelamatan jiwa dalam kondisi darurat dapat dipandang sah secara moral. Namun, menurut hukum positif tindakan tanpa persetujuan wali tetap berpotensi melanggar ketentuan pidana. Penelitian menyimpulkan bahwa kepastian hukum dokter non-obgyn yang melakukan tindakan aborsi pada pasien anak seharusnya tidak terkena sanksi pidana karena mengedepankan prinsip life saving doctrine. UU Kesehatan sebagai lex specialis menjadi dasar hukum utama sebagai pengaturan terhadap tindakan aborsi oleh dokter non-obgyn. |