Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemindahan hak atas saham pada perseroan terbatas apabila pemegang saham tidak diketahui keberadaannya dalam kasus PT China Communications Constraction Indonesia (PT. CCCI) yang dapat memberikan kepastian hukum, dengan menggunakan motode yuridis normatif dengan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pemegang saham yang tidak diketahui keberadaannya berimplikasi pada eksistensi dan validitas PT, mengganggu quorum pada RUPS, pengalihan saham menjadi sulit karena persetujuan dari pemegang saham yang tidak diketahui keberadaannya tidak dapat diperoleh. Permohonan melalui pengadilan supaya pemegang saham tidak diketahui keberadaannya ditetapkan dalam keadaan ketidakhadiran (afwezigheid) tidak memberikan kepastian hukum karena konsep ketidakhadiran (afwezigheid) tidak dapat diterapkan dalam hal peralihan hak atas saham sehingga menimbulkan ambiguitas dan rentan menimbulkan permasalahan hukum yang baru. KUH Perdata telah mengatur tentang orang yang sudah tidak diketahui keberadaannya atau telah hilang, dalam hal ini Balai Harta Peninggalan akan ditunjuk sebagai pihak yang akan mengelola harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pemiliknya. Selanjutnya telah pula mengatur tentang hak milik dapat hilang apabila telah lewat waktu (daluwarsa) yang mana juga diadopsi dalam ketentuan UUPT No. 40/2007 mengenai lewat waktu (daluwarsa) pengambilan keuntungan (dividen). Apabila melihat kedua konsep ini, bila diterapkan dalam pengalihan hak atas saham milik pemegang saham tidak diketahui keberadaannya, maka konsep lewat waktu (daluwarsa) lebih efisien dan memberikan kepastian hukum dibandingkan dengan konsep ketidakhadiran (afwezigheid). |