Kerugian yang dialami oleh investor ritel seperti Ester tidak dapat dikategorikan sebagai risiko investasi biasa, melainkan akibat dari praktik Insider Trading yang dilakukan oleh pihak internal perusahaan. Dalam kasus ini, seorang direktur membocorkan informasi material mengenai kondisi keuangan perusahaan kepada pihak lain sebelum informasi tersebut diumumkan secara publik. Informasi tersebut kemudian dimanfaatkan untuk menghindari kerugian pribadi, sehingga menciptakan asimetri informasi yang merugikan investor lain yang tidak memiliki akses terhadap informasi tersebut. Praktik ini secara tegas dilarang dalam Pasal 95 dan 96 Undang-Undang Pasar Modal, dan cakupan pelakunya diperluas melalui perubahan dalam Pasal 97 Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang mencakup juga penerima informasi (tippee). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas pasar modal memiliki tanggung jawab dalam mencegah serta menindak pelanggaran tersebut, dan juga memberikan pemulihan hak bagi investor yang dirugikan. Melalui kewenangan yang diberikan dalam Undang-Undang P2SK dan ketentuan pelaksanaannya, OJK dapat memerintahkan pengembalian keuntungan yang diperoleh secara tidak sah serta memfasilitasi mekanisme kompensasi kepada investor yang terdampak. |