Ekspresi emosi merupakan aspek penting dalam perkembangan individu, terutama pada masa remaja yang penuh dengan tantangan akademik, sosial, dan emosional. Kemampuan mengekspresikan emosi dengan sehat membantu siswa dalam membangun hubungan sosial yang baik, mengelola stres, serta meningkatkan kesejahteraan psikologis dan prestasi akademik. Penelitian ini berlandaskan pada pentingnya ekspresi emosi, khususnya pada siswa SMA, yang mencakup ekspresi emosi positif dan negatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat ekspresi emosi siswa kelas XI SMA Negeri 6 Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif deskriptif. Subjek penelitian ini terdiri dari 240 siswa kelas XI SMA Negeri 6 Jakarta. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah adaptasi dari Positive Expressivity Scale (PES) dan Negative Expressivity Scale (NES), yang telah diuji validitas dan reliabilitas 0.773. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas siswa memiliki ekspresi emosi yang sedang 205 siswa (85%), sementara 23 siswa (10%) memiliki ekspresi emosi tinggi, dan 12 siswa (5%) memiliki ekspresi emosi rendah. Dalam aspek Positive Expressivity Scale, ditemukan bahwa indikator Affection memiliki skor total tertinggi, sedangkan indikator Happiness dan Laughter memiliki rata-rata yang lebih tinggi, menunjukkan bahwa siswa lebih sering merasa bahagia dan mengekspresikan tawa dibandingkan bentuk ekspresi positif lainnya. Pada aspek Negative Expressivity Scale, ditemukan bahwa Fear (ketakutan) merupakan ekspresi emosi negatif yang paling dominan dengan skor tertinggi dibandingkan Sadness (kesedihan) dan Anger (kemarahan). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa laki-laki dan perempuan dalam mengekspresikan emosinya, meskipun perempuan memiliki skor ekspresi emosi yang sedikit lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan kepada pihak sekolah dalam merancang program yang mendukung pengelolaan emosi siswa agar mereka dapat mengekspresikan perasaan mereka dengan cara yang lebih sehat dan adaptif. Peneliti juga menyarankan agar guru, terutama guru Bimbingan dan Konseling (BK), lebih proaktif dalam mendukung ekspresi emosi siswa dengan menciptakan lingkungan belajar yang lebih suportif. |