Kekuasaan kehakiman yang seharusnya dijalankan secara independen dan berintegritas kini menghadapi tantangan etis yang serius. Dalam Putusan No. 454/Pid.B/2024/PN.SBY, majelis hakim membebaskan terdakwa kasus pembunuhan meskipun bukti visum, CCTV, dan saksi mendukung dakwaan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan berat yang menyebabkan kematian. Bagaimana Penerapan Kode Etik Profesi dalam Proses Pengambilan Keputusan pada Putusan No. 454/Pid.B/2024/PN.SBY? Hal ini diatur dalam Peraturan Bersama Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009. Kemudian Penegakan Kode Etik Diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial. Majelis hakim melanggar prinsip kejujuran, kemandirian, dan keadilan dalam pengambilan putusan, yang dibuktikan melalui praktik suap dan pengabaian fakta persidangan, sehingga mencederai integritas peradilan. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan analisis data sekunder berupa dokumen hukum, putusan pengadilan, dan literatur terkait etika profesi hakim. |