Penulisan Hukum ini membahas mengenai perlindungan hukum terhadap hak eksekutorial kreditur apabila pendaftaran Hak Tanggungan terhambat akibat kegagalan Sistem HT-el Badan Pertanahan Nasional (BPN), siapa yang bertanggung jawab atas hambatan tersebut, serta solusi alternatif eksekusi yang dapat ditempuh kreditur. Metode penelitian yang digunakan adalah normatif yuridis dengan pendekatan perundang-undangan dan kasus konkret, melalui analisis Undang-Undang Hak Tanggungan, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Pelayanan Publik, dan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 5 Tahun 2020, serta kasus pendaftaran Hak Tanggungan oleh kreditur perorangan yang gagal terproses dalam Sistem HT-el. Pembahasan menunjukan bahwa kegagalan Sistem HT-el mengakibatkan Hak Tanggungan belum lahir secara sah, karena pendaftaran belum tercatat di Kantor Pertanahan dan Sertifikat Hak Tanggungan tidak terbit. Tanpa Sertifikat hak Tanggungan, hak parate executie kreditur untuk mengeksekusi jaminan melalui lelang umum hilang, karena Sertifikat hak Tanggungan merupakan titel eksekutorial sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Hak Tanggungan. Selain itu, ATR/BPN sebagai penyelenggara Sistem HT-el menimbulkan kerugian nyata bagi kreditur serta menunjukkan adanya kekosongan norma dalam Peraturan Menteri Nomor 5 Tahun 2020 yang belum mengakomodasi pendaftaran Hak Tanggungan oleh perorangan. Oleh karena itu, diperlukan revisi regulasi untuk menetapkan prosedur alternatif pendaftaran Hak Tanggungan manual dalam kondisi force majeure, guna mewujudkan kepastian hukum dan perlindungan hak kebendaan kreditur. |