Penelitian ini bertujuan untuk memahami proses pembentukan identitas sosial siswa di sekolah homogen berbasis nilai, dengan mengambil konteks Kolese Kanisius Jakarta sebagai studi kasus. Identitas sosial dalam penelitian ini dipahami sebagai keterikatan individu terhadap kelompok sosial yang bermakna, dibentuk melalui pengalaman interaksi, simbol, dan nilai bersama. Pendekatan kualitatif dengan desain fenomenologi digunakan untuk menggali pengalaman subjektif siswa dalam menavigasi kehidupan sosial sekolah. Data diperoleh melalui wawancara kelompok lintas angkatan dan per jenjang dari siswa kelas 9, 10, dan 11, lalu dianalisis menggunakan teknik analisis tematik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan identitas sosial siswa berlangsung melalui empat tahap utama, yaitu: (1) orientasi sosial awal terhadap budaya dan norma sekolah; (2) eksplorasi simbol komunitas serta diferensiasi terhadap kelompok luar; (3) internalisasi nilai kolektif melalui keterlibatan sosial dan kegiatan kepanitiaan; serta (4) afirmasi identitas dan pewarisan nilai antargenerasi. Proses ini dibentuk oleh interaksi simbolik antar siswa, pengamatan terhadap figur panutan, pengalaman emosional bersama, serta internalisasi nilai-nilai sekolah. Nilai-nilai pendidikan Jesuit seperti cura personalis, man for others, dan 4C 1L (competence, conscience, compassion, commitment, leadership) terbukti menjadi landasan budaya sekolah yang turut membentuk identitas kolektif siswa Kanisius. Kesimpulan dari penelitian ini menegaskan bahwa identitas sosial siswa tidak terbentuk secara linier, melainkan melalui proses dinamis yang berakar pada pengalaman sosial yang bermakna. Sekolah tidak hanya menjadi tempat belajar akademik, tetapi juga arena pembentukan identitas melalui nilai, norma, dan simbol yang hidup dalam keseharian komunitas. Temuan ini memberikan kontribusi terhadap kajian psikologi sosial dan pendidikan, serta mendorong sekolah berbasis nilai untuk terus menciptakan ruang interaksi yang mendukung pembentukan identitas sosial siswa yang reflektif, inklusif, dan berkelanjutan. |