Manusia mengalami perubahan dalam setiap tahap perkembangannya yang dapat menyebabkan individu mengalami krisis, terutama ketika memasuki masa transisi dari remaja menuju dewasa. Pada masa emerging adulthood, individu melakukan eksplorasi karir, hubungan romantis, dan mulai membangun kehidupannya secara independen. Individu yang tidak mampu melalui tugas perkembangannya berpotensi mengalami quarter life crisis, yaitu kondisi kritis yang terjadi karena adanya ketidakstabilan, banyaknya perubahan dan pilihan, serta perasaan takut dan tidak berdaya. Sebagai masyarakat dengan budaya kolektivis, individu memerlukan social support dari orang sekitarnya untuk menghadapi masa krisis tersebut. Social support dikatakan dapat menumbuhkan emosi positif yang membantu meringankan stres, serta perasaan cemas dan khawatir ketika berada pada fase krisis ini. Penelitian dilakukan dengan metode mixed method, yang diawali dengan pengambilan data kuantitatif dan dilanjutkan oleh pengambilan data kualitatif. Sampel penelitian berjumlah 184 partisipan untuk mengisi alat ukur kuantitatif dan 3 partisipan diantaranya mengikuti wawancara untuk mengumpulkan data kualitatif. Partisipan penelitian adalah emerging adulthood yang berada pada rentang usia 20 sampai 29 tahun dan sedang atau pernah mengalami quarter life crisis. Pengambilan data kuantitatif dilakukan dengan menyebarkan kuesioner yang terdiri dari alat ukur quarter life crisis dan social support. Pengambilan data kualitatif dilakukan melalui wawancara menggunakan panduan pertanyaan yang disusun berdasarkan dimensi kedua variabel. Hasil penelitian menunjukkan emerging adulthood mengalami quarter life crisis tingkat sedang dan memiliki social support tingkat tinggi. Partisipan merasa cemas dan khawatir berlebihan tekait ketidakpastian masa depannya, terutama dalam hal karir. Partisipan juga kerap memandang dirinya negatif dengan membandingkan kemampuannya dengan orang lain dan terlalu takut untuk memutuskan suatu pilihan. Akibat dari emosi-emosi negatif tersebut, partisipan menjadi proskrastinasi dan tidak tahu harus melakukan apa saat ini. Namun, partisipan menyadari bahwa mereka tidak bisa terjebak terlalu lama dalam perasaan negatifnya dan berusaha untuk membuka diri untuk mencari pengalaman baru. Rata-rata partisipan memiliki lingkungan yang suportif, sehingga mendapatkan banyak dukungan dari lingkungan sekitarnya yang dapat membantunya melewati dan menangani emosi negatif tersebut. Dukungan yang paling banyak diterima oleh partisipan adalah dari teman dan significant others. Dukungan yang diberikan berupa dukungan emosional, nasihat, motivasi, saran, dan menghabiskan waktu bersama dengan orang-orang terdekat. Adanya dukungan ini membuat partisipan mengembangkan perasaan positif yang dapat meringankan dan meregulasi emosi negatif, serta memberikan arahan terkait permasalahan krisisnya. Hal ini juga didukung dari adanya hubungan negatif antara social support dengan quarter life crisis. Semakin tinggi dukungan yang diterima oleh partisipan, maka semakin rendah quarter life crisis yang dialami. |