Generasi Z, kelompok demografi terbesar di Indonesia saat ini (27.94% populasi), mulai memasuki dunia kerja dengan tantangan unik seperti stres, kecemasan, dan tingkat syukur yang lebih rendah, sering disebut "Generasi Stroberi." Studi menunjukkan Gen Z kerap mengeluh dan merasa kurang diapresiasi, berakibat pada penurunan rasa syukur di tempat kerja. Work gratitude menawarkan solusi dengan meningkatkan kesejahteraan emosional dan ketahanan diri. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran tingkat work gratitude pada Generasi Z di tempat kerja, khususnya di Jakarta.
Penelitian kuantitatif deskriptif ini melibatkan 200 partisipan Generasi Z (usia 18-27 tahun) yang bekerja di Jakarta, diperoleh melalui convenience sampling. Data dikumpulkan menggunakan Work Gratitude Scale (WGS) 10 item dengan skala Likert 7 poin, yang telah melalui proses terjemahan dan uji psikometris. Analisis data menggunakan statistik deskriptif (mean, median, modus, standar deviasi), uji normalitas Kolmogorov–Smirnov, dan teknik tertile untuk kategorisasi norma. Uji korelasi Pearson dan uji beda (Independent Sample T-Test dan One-Way ANOVA) digunakan untuk menganalisis hubungan dengan variabel demografis.
Hasil menunjukkan tingkat work gratitude Generasi Z berada dalam kategori sedang, baik secara keseluruhan maupun pada ketiga dimensinya (grateful appraisals, gratitude toward others, intentional attitude of gratitude). Tidak ada perbedaan signifikan berdasarkan jenis kelamin dan status pekerjaan. Namun, terdapat perbedaan signifikan pada variabel ukuran perusahaan, di mana responden di perusahaan besar memiliki work gratitude yang lebih tinggi daripada di perusahaan menengah. Meskipun tidak signifikan, terdapat kecenderungan penurunan work gratitude seiring bertambahnya usia. Saran untuk penelitian lanjutan meliputi penggunaan mixed methods dan probability sampling dengan pemerataan sampel, serta pengawasan data yang lebih ketat. Secara praktis, HR dan manajer disarankan membangun lingkungan kerja yang inklusif dan memberikan apresiasi konsisten, sementara Gen Z didorong merefleksikan pengalaman positif. |