Fatherless akibat perceraian orang tua dapat memberikan dampak sosial, emosional, dan psikologis bagi anak, khususnya perempuan. Dampak ini dapat menimbulkan jangka panjang hingga masa emerging adulthood, terutama pada kesejahteraan atau subjective well-being mereka. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan subjective well-being pada perempuan yang mengalami kondisi fatherless akibat perceraian orang tua, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Partisipan terdiri dari tiga orang perempuan berusia 18–29 tahun, yang mengalami perceraian orang tua saat berusia 7–12 tahun dan setelahnya tidak tinggal bersama ayah. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan panduan terstruktur terbuka. Analisis data dilakukan dengan pendekatan fenomenologi untuk menggali makna dari pengalaman pribadi partisipan. Teknik purposeful sampling dan homogeneous sampling digunakan untuk memilih partisipan yang memiliki karakteristik yang sesuai fokus partisipan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga partisipan memiliki subjective well- being yang cenderung positif. Mereka merasa cukup puas serta merasakan emosi yang positif dan negatif dalam kehidupannya. Hal ini ditemukan dalam beberapa aspek utama seperti, hubungan sosial, aktivitas, pendidikan, pekerjaan, ekonomi, dan pernikahan. Penelitian ini menekankan pentingnya dukungan emosional serta lingkungan yang positif bagi perempuan yang mengalami fatherless, guna membantu mereka mencapai kesejahteraan psikologis yang optimal. |