Penderitaan merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari hidup manusia. Reaksi umum yang ditemukan pada sebagian besar orang muda —termasuk orang muda Katolik— ketika menghadapi penderitaan adalah menghindar, karena menurut mereka, penderitaan merupakan situasi yang menyusahkan tanpa makna. Hal tersebut kurang sesuai dengan ajaran iman Gereja Katolik yang menganggap penderitaan sebagai jalan keselamatan. Oleh karena itu, diperlukan pemaknaan penderitaan yang benar sesuai dengan ajaran iman Gereja Katolik agar orang muda Katolik dapat menerima penderitaan sebagai kesempatan untuk semakin bertumbuh dalam kasih Allah. Penelitian ini merupakan hasil studi di SMA Regina Pacis Bogor. Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Pengumpulan data menggunakan metode diskusi kelompok terpumpun dengan siswa Katolik kelas X sampai XII dan didukung dengan hasil diskusi bersama guru. Hasil penelitian dikelompokkan ke dalam lima topik yaitu pengertian dan bentuk-bentuk penderitaan, sikap terhadap penderitaan, faktor yang melatarbelakangi sikap terhadap penderitaan, pandangan tentang penderitaan sesama, serta hubungan penderitaan dengan salib Yesus Kristus. Kelima topik ini dipertemukan dengan sumber ajaran iman Gereja Katolik dalam Surat Apostolik Salvifici Doloris dan refleksi-refleksi teologi salib untuk memperdalam makna penderitaan. Berdasarkan hasil penelitian lapangan dan studi literatur dari ajaran-ajaran iman Gereja Katolik, penulis melihat urgensi untuk mengoreksi pandangan orang muda Katolik: penderitaan bukanlah hukuman dari Allah, setiap penderitaan memiliki makna dan menjadi jalan keselamatan, penderitaan Yesus Kristus merupakan pilihan-Nya untuk menyelamatkan manusia, serta perlunya solidaritas menjadi sesama bagi mereka yang menderita. Untuk itu, penulis mengusulkan program katekese yang dapat membantu orang muda Katolik memaknai penderitaan dengan semangat kasih dan pemberian diri. |