Pada satu Januari 2024, Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed menandatangani nota kesepahaman Memorandum of Understanding (MoU) dengan Republik Somaliland, wilayah separatis yang tidak diakui di Republik Federal Somalia. Memorandum of Understanding (MoU) memberikan Ethiopia dua puluh kilometer tanah pesisir di provinsi Awdal selama lima puluh tahun untuk membangun angkatan laut. Pemerintah Federal Somalia, yang merupakan pemerintah yang diakui secara internasional, sangat keberatan dengan Memorandum of Understanding (MoU) tersebut, menyebutnya "batal demi hukum." Pelaksanaan MoU (Memorandum Of Understanding) antara Republik Demokratik Federal Ethiopia dengan Republik Somaliland, kekuatan mengikat dari perjanjian MoU atau Memorandum of Understanding antara Republik Demokratik Federal Ethiopia dan Somaliland berhubungan dengan prinsip yang sangat fundamental, yakni pacta sunt servanda. Masalah yang diteliti adalah bagaimana legalitas MoU atau Memorandum of Understanding antara Republik Demokratik Federal Ethiopia dan Somaliland sebagai Perjanjian Internasionaldan bagaimana jalannya pelaksanaan MoU atau Memorandum Of Understanding antara Republik Demokratik Federal Ethiopia dengan Republik Somaliland. Metode penelitian yang digunakan adalah ini adalah metode yuridis normatif, yaitu penelitian yang didasarkan terhadap asas, sistematika, taraf sinkronisasi, sejarah, dan perbandingan hukum maupun konvensi internasional.Mengenai legalitas MoU (Memorandum of Understanding) antara Republik Demokratik Federal Ethiopia dan Somaliland sebagai Perjanjian Internasional, dianggap tidak sah atau tidak legal karena Memorandum of Understanding(MoU) memberikan Ethiopia dua puluh kilometer tanah pesisirdi provinsi Awdal selama lima puluh tahun untuk membangun angkatanlaut, dengan imbalan Ethiopia mengakui Somaliland sebagai negara berdaulat. Dalam pelaksanaannya, Terjadi pertengkaran diplomatik dan hasil Memorandum of Understanding yang menunjukkan konfigurasi ulang aliansi politik di wilayah Laut Merah dan sekitarnya. |