Penulisan ini membahas sengketa warisan antara dua saudara tiri, Hellena dan Russell, terkait kepemilikan sebidang tanah yang ditinggalkan oleh pewaris, Pak Suyanto. Sengketa muncul akibat adanya dua pernyataan berbeda mengenai pembagian warisan, yaitu wasiat tertulis yang dibuat di hadapan notaris pada tahun 2015 dan pernyataan lisan yang diklaim oleh Russell pada tahun 2018. Dalam wasiat tertulis tahun 2015, Pak Suyanto secara sah menetapkan bahwa tanah tersebut diwariskan kepada Hellena, sementara Russell menerima bagian warisan dalam bentuk mobil dan uang tunai. Namun, pada tahun 2018, Pak Suyanto diklaim telah menyampaikan secara lisan bahwa tanah tersebut akan diwariskan kepada Russell, meskipun tidak pernah dituangkan dalam bentuk wasiat tertulis yang sah menurut hukum. Analisis hukum dalam memorandum ini didasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), khususnya Pasal 830, 852, 914, 922, 932, dan 938, yang mengatur tentang pewarisan, sahnya suatu wasiat, serta pembagian warisan berdasarkan hukum. Berdasarkan prinsip hukum yang berlaku, wasiat yang sah harus dibuat secara tertulis dan dapat dibuktikan sesuai ketentuan yang diatur dalam KUH Perdata. Oleh karena itu, klaim Russell atas tanah berdasarkan pernyataan lisan tidak memiliki dasar hukum yang kuat, dan hak kepemilikan tanah seharusnya tetap menjadi milik Hellena sebagaimana yang diatur dalam wasiat tertulis tahun 2015. Legal memorandum ini juga memberikan rekomendasi terkait upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Hellena untuk mempertahankan hak warisnya, termasuk melalui gugatan perdata atas tindakan balik nama sertifikat tanah yang dilakukan oleh Russell. |