Tulisan ini mengkaji tanggung jawab hukum Tjandra Usman dalam pengembalian dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang diterimanya melalui PT. Bank Cahaya Asia. Setelah bank tersebut dinyatakan Bank Beku Operasi pada tahun 1998, Tjandra Usman mempertanggungjawabkan kewajibannya melalui pengembalian dana dengan total aset senilai Rp 2,58 triliun yang diserahkan kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Namun meskipun telah memenuhi kewajiban, Satgas BLBI yang dibentuk pada tahun 2021 tetap menagih pembayaran sebesar Rp. 2,53 triliun berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2006. Kajian ini menganalisis pertanggungjawaban yuridis Tjandra Usman dan perlindungan hukum terhadap aset yang telah diserahkan. Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan bahwa Tjandra Usman telah melakukan kewajibannya melalui perjanjian Master Refinancing and Note Issuance Agreement (MRNIA), pengembalian aset, dan pembayaran pengganti. Namun akibat kelalaian Pemerintah yang dalam hal ini adalah BPPN, dalam mempertanggungjawabkan aset yang telah diserahkan oleh Tjandra Usman mengakibatkan dasar bagi penagihan sisa piutang oleh Satgas BLBI yang tidak memiliki alas hak yang sah menurut hukum. Lebih lanjut, tulisan ini juga mencakup mekanisme hukum untuk mempertanyakan akuntabilitas dan transparansi pemerintah terhadap pelaksanaan eksekusi lelang aset obligor sebagaimana tertuang dalam hukum positif yang berlaku, dimana kewajiban hukum tersebut tidak dapat diindahkan oleh pemerintah sebagai otoritas yang memiliki kewajiban untuk melaksanakan undang-undang. Penulisan ini memberikan langkah hukum yang diperlukan oleh Tjandra Usman untuk memastikan bahwa hak-hak nya sebagai subjek hukum tidak dilanggar dan dapat mendapatkan keadilan. |