Kasus Tuan JHL melibatkan sengketa warisan yang kompleks antara anak-anaknya, B, C, D, dan E, setelah meninggalnya Tuan JHL dan Ibu AW. Perbedaan perhatian terhadap Tuan JHL semasa hidup memicu konflik, terutama antara E dan C. Tindakan C yang merugikan, seperti penanaman pohon kelapa tanpa izin di tanah yang seharusnya dimiliki E, dan mengambil sertifikat tanah seluas enam hektar. Untuk melindungi hak-hak E dan menyelesaikan konflik secara hukum, penelitian ini hendak membahas upaya mengambil kembali tanah yang dikuasai oleh C. Pembagian warisan Tuan JHL mencakup berbagai aspek, termasuk tanah, rumah, dan mobil, yang harus dibagi secara proporsional kepada keempat anak sahnya, yaitu B, C, D, dan E. Tanah 10 hektar yang sah menjadi milik E tidak perlu dibagi, sedangkan tanah 6 hektar yang diambil secara tidak sah oleh C harus dikembalikan ke harta warisan dan dibagi secara merata. Mengingat tindakan merugikan yang dilakukan C, maka E berhak mengurangi bagian C sesuai prinsip legitime portie. Apabila sengketa tanah tidak dapat diselesaikan melalui mediasi, E dapat mengajukan gugatan perdata berdasarkan Pasal 1365 KUHPer untuk mengembalikan tanah yang telah diserobot. |