Penelitian ini menganalisis pengaturan hukum perdata Indonesia terkait verifikasi dan keabsahan tanda tangan elektronik (TTE) berbasis QR code, dengan fokus pada dua permasalahan utama. Pertama, bagaimana hukum perdata Indonesia mengatur verifikasi dan keabsahan TTE berbentuk barcode, termasuk standar keamanan dan keutuhan dokumen elektronik. Kedua, bagaimana TTE berbasis QR digunakan sebagai alat bukti perdata di Indonesia, serta penerapannya yang diatur oleh lembaga yang bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menjamin keabsahannya.Metode penelitian yang digunakan adalah hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual, dengan sumber data dari bahan hukum primer (seperti UU ITE, KUH Perdata) dan bahan sekunder (literatur hukum terkait).UU ITE Pasal 11 mengatur keabsahan TTE berbasis QR dengan mensyaratkan autentikasi, keunikan, kemampuan verifikasi, dan integritas data, yang sejalan dengan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian. Keabsahan TTE bergantung pada standar keamanan seperti Public Key Infrastructure (PKI) dan sertifikasi oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) yang diakui Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dalam konteks pembuktian, TTE berbasis QR memenuhi Pasal 1857 dan 1866 KUH Perdata, selama dapat diverifikasi keasliannya dan membuktikan kesepakatan para pihak.TTE berbasis QR digunakan sebagai alat bukti perdata di Indonesia dengan penerapannya yang diatur oleh lembaga yang bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kolaborasi ini memastikan standar keamanan dan teknis yang ditetapkan berjalan dengan baik, memberikan perlindungan hukum dan kepercayaan bagi pengguna Kesimpulannya, TTE berbasis QR memiliki dasar hukum yang kuat dan menjadi solusi modern dalam mendukung transformasi digital, memenuhi kebutuhan transaksi, dan penyelesaian sengketa perdata di Indonesia. |