Burnout merupakan tantangan bagi petugas penjangkauan yang mendampingi orang dengan HIV, mengingat tingginya tuntutan emosional dan paparan terhadap stres kerja yang berkepanjangan. Studi ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran burnout pada pekerja penjangkauan yang bekerja di LSM ‘X. Pendekatan kuantitatif digunakan dengan metode survei melalui teknik purposive sampling untuk menjaring 49 petugas penjangkauan dengan yang telah bekerja minimal 1 tahun di LSM ‘X’. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 46.9% partisipan mengalami gejala burnout yang mengganggu atau menekan kehidupan sehari-hari, sementara 22.4% mengalami burnout yang sangat mengganggu. Mayoritas partisipan adalah laki-laki (89.8%), berstatus tidak atau belum menikah (79.6%), dan berusia 31-40 tahun. Gejala yang paling umum dilaporkan adalah kecemasan, perasaan takut, terganggunya pencapaian prestasi, dan kekeringan emosi. Lebih dari separuh partisipan (53%) melaporkan menerima dukungan sosial yang kurang atau sangat kurang, yang berpotensi pada tingkat burnout yang lebih tinggi. Dengan demikian, diperlukan program intervensi yang berfokus pada peningkatan kesejahteraan mental pada petugas penjangkauan HIV untuk mempertahankan kualitas layanan optimal bagi orang dengan HIV. Saran praktis mencakup penguatan dukungan psikososial, pelatihan manajemen stres, kebijakan organisasi yang lebih fleksibel, serta program apresiasi terhadap kinerja pekerja. |