Pengalaman berelasi dengan ayah dan bagaimana ayah memperlakukan ibu dalam pernikahan menjadi model pertama bagi anak perempuan tentang bagaimana berelasi dengan laki-laki. Mengalami kekerasan dari ayah secara langsung maupun menyaksikan kekerasan serupa yang dialami ibu, berdampak pada aspek psikologis, emosional dan sosial anak perempuan. Oleh sebab itu, penting bagi perempuan dewasa awal yang mengalami kekerasan dari ayah untuk merefleksikan kesiapan pernikahannya sebagai tugas perkembangan untuk menghadapi tantangan psikologis, dan sosial yang muncul dalam relasi romantisnya akibat pengalaman tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kesiapan pernikahan perempuan dewasa awal yang mengalami kekerasan dari ayah. Penelitian kualitatif deskriptif ini melibatkan dua perempuan dewasa awal yang mengalami kekerasan dari ayah serta menyaksikan kekerasan serupa dari ayah terhadap ibunya yang bertahan dalam pernikahan, dan sedang mempersiapkan pernikahannya. Metode homogeneous purposive sampling digunakan untuk pemilihan partisipan, wawancara semi terstruktur untuk memperoleh data, member checking untuk memperkuat validitas, dan thematic analysis untuk analisis data dengan mengidentifikasi tema-tema yang muncul. Hasil penelitian menunjukkan kedua partisipan memiliki tantangan psikologis dan sosial. Kedua partisipan merasa siap menikah pada dimensi kesiapan finansial. Salah satu partisipan merasa siap menikah pada dimensi kesehatan dan kematangan emosi, kesiapan model peran dan kesiapan waktu. Kesiapan ini didapat melalui model pernikahan lain yang sehat, peran pasangan yang proaktif dan bantuan profesional kesehatan mental untuk mengelola diri dan relasi. Sedangkan, ada partisipan yang merasa siap menikah pada dimensi keuangan namun belum siap pada dimensi lainnya. |