Pentingnya peran sebaran pengetahuan dan inovasi untuk meningkatkan kinerja sektor industri semakin mendapatkan perhatian dewasa ini. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya kajian empiris dan teoritis mengenai hubungan kinerja sektor industri dan sebaran pengetahuan. Dalam perkembangan sektor industri, sebaran pengetahuan diyakini memiliki kontribusi penting untuk meningkatkan pertumbuhan. Sebaran pengetahuan ini merupakan bentuk kekuatan aglomerasi (agglomeration forces) yakni spesialisasi, kompetisi dan keragaman industri. Terdapat tiga teori yang dikenal luas membahas hubungan sebaran pengetahuan dan pertumbuhan ekonomi. Pertama, MarshallArrowRomer (MAR). Menurut teori MAR, sebaran pengetahuan dapat terjadi antar perusahaan dalam suatu industri dan monopoli lokal memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan karena dapat menginternalisasikan eksternalitas ekonomi. Kedua, teori Porter. Menurut Porter, spesialisasi dan kompetisi industri memiliki hubungan positif terhadap pertumbuhan industri. Ketiga, teori Jacobs. Menurut Jacobs kompetisi dan keragaman industri yang semakin tinggi akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Estimasi variabel sebaran pengetahuan dilakukan dengan menggunakan data industri manufaktur ISIC dua digit tahun 1998 dan 2001 dari 65 kabupaten/kota di Pulau Sumatera. Hasil estimasi menunjukkan peran spesialisasi industri terhadap pertumbuhan industri sangat kecil, bahkan tidak ada, sehingga dapat dikatakan dampak spillovers antar perusahaan yang homogen tidak memiliki kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan industri Pulau Sumatera. Spesialisasi industri berperan penting menentukan pertumbuhan industri pada industri makanan (ISIC 31), industri Kertas (ISIC 34), industri logam dasar (ISIC 37), dan industri barang dari logam (ISIC 38). Hasil estimasi menunjukkan persaingan sektor industri di Pulau Sumatera berperan dalam mendorong pertumbuhan industri, tingkat persaingan yang semakin tinggi akan mendorong pertumbuhan industri yang semakin tinggi pula. Hal ini ditemukan pula pada industri logam dasar (ISIC 37) dan industri barang dari logam (ISIC 38). Hasil estimasi juga menunjukkan keragaman industri manufaktur di Pulau Sumatera menjadi kendala dalam penciptaan pertumbuhan sektor industri. Hal ini terjadi antara lain karena selama periode analisis, terdapat beberapa kabupaten/kota di Pulau Sumatera yang hanya memiliki satu atau dua jenis kelompok industri. Artinya kabupaten/kota tersebut tidak memiliki industri yang beragam. Berdasarkan penyerapan tenaga kerja, nilai tambah dan jumlah perusahaan disimpulkan bahwa perkembangan industri manufaktur di Pulau Sumatera pada tahun 1998 dan 2001 didominasi oleh 4 provinsi, yakni (1) Provinsi Sumatera Utara, (2) Riau, (3) Lampung dan (4) Sumatera Selatan. Pada tingkat kabupaten/kota, penyerapan tenaga kerja dan nilai tambah industri manufaktur yang sangat tinggi terdapat di Kota Batam dan Kabupaten Deli Serdang. Temuan lain menunjukkan industri makanan (ISIC 31) merupakan industri yang dominan dalam perkembangan industri manufaktur di Pulau Sumatera yang terlihat besarnya peran industri ini dalam penyediaan lapangan kerja pada sektor industri di Pulau Sumatera. |