Perkembangan ekonomi dan bisnis di Indonesia yang begitu masif mendorong pelaku usaha untuk membentuk induk perusahaan (holding company) yang menaungi beberapa anak perusahaan (subsidiary company). Selain itu, perusahaan seringkali melakukan perjanjian pinjaman dengan pihak lain yang disertai perjanjian penjaminan, seperti corporate guarantee, yang mana induk perusahaan berperan sebagai penjamin (corporate guarantor) bagi anak perusahaan. Namun, induk perusahaan tentunya tidak luput dari kemungkinan untuk pailit. Berdasarkan hal tersebut, penulisan hukum ini terbagi menjadi 2 (dua) rumusan masalah, yaitu bagaimana hubungan hukum induk perusahaan sebagai corporate guarantor dari anak perusahaan dalam perkara kepailitan dan bagaimana implikasi hukum mengenai induk perusahaan yang merupakan corporate guarantor dari anak perusahaan setelah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode yuridis normatif dengan menggunakan sumber data yang diperoleh dari studi kepustakaan. Sebagai penjamin, maka induk perusahaan mengikatkan diri dan dapat bertindak sebagai debitur apabila anak perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur, sehingga kreditur memiliki hak tagih kepada induk perusahaan. Kepailitan dari induk perusahaan tidak serta merta mengakibatkan anak perusahaan ikut pailit. Namun, saham induk perusahaan yang terdapat dalam anak perusahaan masuk ke dalam bagian dari harta pailit yang tunduk pada tata cara pemberesan harta pailit yang diatur dalam Pasal 185 UU KPKPU. Oleh karena itu, beberapa perubahan atau penyesuaian dimungkinkan terjadi pada anak perusahaan, mengingat kepemilikan saham dari anak perusahaan yang beralih. |