Penulisan hukum ini membahas mengenai kasus penyebaran konten pornografi yang melibatkan anak, baik korban maupun pelaku. Penulis merumuskan 2 (dua) permasalahan yang menarik untuk dibahas dan dipelajari yakni apakah korban dapat melaporkan penyebaran video yang dilakukan oleh pelaku dan bagaimana pembelaan agar korban tidak dikenai sanksi pidana. Pelaku merupakan mantan kekasih korban yang melakukan perekaman video seksual saat pelaku dan korban masih menjalin hubungan, yang pada saat itu usia keduanya 15 tahun. Diketahui bahwa pelaku memaksa korban untuk melakukan hubungan intim dan mengancamnya dengan kekerasan fisik. Video tersebut disebarkan 2 tahun kemudian saat pelaku dan korban sudah tidak menjalin hubungan tanpa persetujuan atau pengetahuan dari korban dengan motif pelaku yang menyimpan dendam terhadap korban. Korban dapat melaporkan pelaku berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual karena tindakan pelaku memenuhi unsur pasal tersebut yakni melakukan perekaman dan penyebaran konten bermuatan seksual tanpa persetujuan. Agar korban tidak dikenai sanksi pidana karena mengetahui dirinya direkam ialah menggunakan alasan penghapus pidana yaitu daya paksa (overmacht) yang menjadikan korban mengalami tekanan psikis sehingga melakukan hubungan intim dan termuat dalam video tersebut, daya paksa sendiri merupakan bentuk dari alasan penghapusan pidana seperti yang tertuang dalam ketentuan Pasal 48 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwa perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana. |