Pengaturan hukum pidana mati bagi pelaku tindak pidana terorisme telah diatur pada beberapa peraturan perundang-undangan yaitu KUHP dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Jika ditinjau berdasarkan perspektif hak asasi manusia, hukum pidana mati dapat saja melanggar UUD NRI Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), International Covenant On Civil and Political Right (ICCPR). Masalah penelitian hukum ini adalah (1) Bagaimana pengaturan hukum pidana mati bagi pelaku tindak pidana terorisme jika ditinjau dalam perspektif Hak Asasi Manusia? (2) Bagaimana Pembelaan Kuasa Hukum Amar Abdurrahman Jika Ditinjau dari Perspektif Hak Asasi Manusia?. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normative data yang dikumpulkan berupa data sekunder yang selanjutnya dianalisa secara kualitatif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pidana mati hingga saat ini eksistensinya masih dapat dilihat dalam KUHP UU Nomor 1 Tahun 2023 maupun KUHP UU Nomor 1 Tahun 1946. Pengaturan hukum pidana mati bagi pelaku terorisme terdapat pada beberapa ketentuan pasal pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 seperti Pasal 6 UU Nomor 5 Tahun 2018, Pasal 8 dan Pasal 10 PERPPU Nomor 1 Tahun 2002, Pasal 10A UU Nomor 5 Tahun 2018, Pasal 14 UU Nomor 5 Tahun 2018. Meskipun keberadaanya masih dipertahankan, pidana mati hingga saat ini menjadi perhatian bagi sebagian penggiat hak asasi manusia, diakibatkan pengaturan dalam UUD NRI Tahun 1945 yaitu pada Pasal 28A UUD NRI Tahun 1945 dan Pasal 28I ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Selain itu, ada pula Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 3 DUHAM dan Pasal 6 ayat (1) ICCPR. Namun jika ditinjau lebih melalui perspektif Hak Asasi Manusia, maka menurut pasal 28J UUD NRI Tahun 1945, Pasal 69 ayat (1) dan (2) dan Pasal 70 UU Nomor 39 Tahun 1999, maka hak asasi manusia dapat pula dibatasi. |