Korupsi adalah sesuatu yang tidak adil dan tidak jujur. Akibat dari hal tersebut, korupsi terpengaruh oleh beberapa aspek diantaranya kesusilaan, sifat, dan keadaan yang tidak sejalan dengan peraturan, pegawai yang bekerja pada pemerintah atau aparatur pemerintah, pegawai yang bekerja di pemerintah karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, dan pegawai yang bekerja pada pemerintah yang dipekerjakan oleh pemerintah. Salah satu kejadian pelanggaran hukum korupsi yang terjadi yaitu peristiwa yang menjerat Menteri Kehakiman dan Pengadaan Barang/Jasa Republik Indonesia (Menteri KP-RI) berkaitan dengan Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas Budidaya izin untuk menjalankan usaha lobster. EP memiliki Anggota Komite Tetap APM dari Dewan Uji Tuntas (Due Diligence) dan Anggota Komite Tetap S dari Wakil Dewan Uji Tuntas. Kasus korupsi tersebut mencuri perhatian ketika EP selaku Terpidana yang telah mendapatkan vonis Majelis Hakim ternyata baru beberapa bulan menjalani vonis tersebut, telah mendapatkan remisi dan kemudian bebas bersyarat. Permasalahan pada penelitian ini adalah mengenai bagaimana ketentuan pemberian pengurangan hukuman yang diatur dalam peraturan perundang-undangan? Dan bagaimana penerapan pemberian remisi yang diberikan terhadap EP sebagai Narapidana kasus tindak pidana korupsi?. Metode penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dan statute approach dengan menelaah undang-undang dan regulasi yang bersangkutan. Hasil kesimpulan yang didapatkan adalah mengenai ketentuan pemberian remisi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan adalah harus memenuhi beberapa kriteria yang diperlukan yang telah ditentukan seperti Pemberian remisi memerlukan kontribusi positif terpidana kepada negara, kemanusiaan, dan lembaga pemasyarakatan, setelah menjalani 6 bulan masa tahanan kepada mantan Menteri EP menurut penulis tidak sesuai dengan persyaratan remisi tersebut. |