Tanah bagi manusia sangatlah penting dan merupakan bagian dari kehidupanya, sebagai lahan tempat tinggal, hingga lahan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Karena tanah cakupanya sangat luas, maka banyak sekali tanah di Indonesia yang belum diakui dan terdaftar, khususnya tanah masyarakat hukum adat, yang biasanya di kelola secara turun temurun. Sehingga saat terjadi sengketa sangat sulit untuk memastikan kepastian siapa pemegang hak milinya. Penulis mengambil kasus sengketa tanah WulenWata yang terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Persengketahan tanah tersebut diketahui belum ada kepastian hukum hak milik atas tanah yang disengketakan maka, menimbulkan pertanyaan bagaimana kepastian Hak Atas tanah menurut Hukum adat dan menurut aturan Hukum Nasional yang terjadi pada sengketa Tanah Wulen Wata di Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah metode sosio empiris, yang bersifat kualitatif dengan cara analisa data berdasarkan hasil pengamatan, wawancara dan data kepustakaan. Penulis menyimpulkan bahwa hak milik tanah wulen wata secara hukum nasional belum jelas siapa pemegang hak miliknya, karena belum diakui oleh pemerintah setempat, belum diajukan permohonan untuk penataan atau penetapan hak komunal seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat Dan Masyarakat Yang Berada Dalam Kawasan Tertentu dan Peraturan Menteri Agraria Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat. Sedangkan berdasarkan hukum adat setempat, penulis menyimpulkan bahwa tanah yang disengketakan tersebut milik suku Lamatokan, suku Kwaelaga yang telah melewati batas yang dibuat secara turun-temurun. |