Studi Putusan Pengadilan Nomor 266/Pid.B/2010/PN. SMG adalah putusan pengadilan yang diterima oleh Penuntut Umum pada tanggal 6 Maret 2018 di kota Semarang atas tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa berusia 16 tahun. Setelah melalui proses peradilan, terdakwa terbukti melanggar pasal 111 (1) tentang UU Narkotika. Berbagai kasus yang terjadi terhadap Anak sebagai penyalahgunaan narkotika, Negara Indonesia dalam tujuan menjamin kesejahteraan warga negaranya, merencanakan perencanaan atas hak perlindungan anak. Dengan adanya pemberian perlindungan terhadap hak-hak anak yang merupakan salah satu hak asasi manusia. Maka dari itu, pemerintah Indonesia demi mengupayakan, menjamin dan mewujudkan perlindungan serta kesejahteraan anak memanifestasikan peraturan yang dituangkan melalui pembentukan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dan dalam rangka penyesuaian terhadap segenap ketentuan, dilakukan beberapa perubahan terhadap pasal-pasal tertentu, maka dibuatkan Undang-ndang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-ndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Sanksi yang diatur dalam UU SPPA untuk Anak tetap dimungkinkan, walaupun ditentukan oleh persyaratan yang ada. Penjatuhan pidana pada Anak harus disesuaikan dengan kejiwaan Anak dan tidak dapat disamakan dengan penjatuhan pidana orang dewasa. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Restorative Justice (Keadilan Restoratif). Restorative Justice adalah suatu pengalihan dari proses pidana formal ke informal sebagai alternatif terbaik penanganan terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum dengan cara semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu, bersama-sama memecahkan masalah untuk menangani akibat perbuatan Anak di masa yang akan datang. Proses pemberian perlindungan hukum terhadap anak yang terkena kasus narkotika juga bisa dilakuikan melalui proses diversi. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Sehingga jika diyakini memang anak layak untuk mendapatkan diversi, sebaikmya kasus tidak perlu dilanjutkan hingga ke tahap proses peradilan yang lebih tinggi. |