Ada perubahan paradigma didalam perkembangan kegiatan audit perbankan. Dunia audit tidak lagi dipandang sebagai dunia yang statis tetapi harus mengikuti perkembangan bisnis bank yang semakin kompleks dan tingkat persaingan bank yang semakin tinggi. Dengan demikian, sistem pengendalian intern harus juga disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Audit Internal dituntut untuk lebih proaktif dan dinamis untuk mengikuti perkembangan bisnis bank. Dalam best practices, ada 3 layers yang bertanggung jawab terhadap tingkat pengendalian internal yang memadai, yaitu layers pertama adalah manajemen lini yang menggerakkan bisnis, layers kedua adalah manajemen risiko yang secara bersama-sama dengan manajemen lini menjaga tingkat risiko yang memadai bagi bank, dan layers ketiga adalah Audit Internal yang secara independen menilai dan memberikan assessment terhadap kecukupan sistem pengendalian internal. Oleh karena itu diharapkan audit internal dapat memberikan nilai tambah yang lebih didalam menilai kecukupan sistem pengendalian intern dengan memberikan input atau feedback atas pelaksanaan pengendalian intern di manajemen lini. Penelitian ini bertujuan mengkaji sistem pengendalian risiko kredit yang sangat diperlukan oleh manajemen untuk meningkatkan efektivitas pengendalian risiko kredit melalui kegiatan audit berbasis risiko. Dengan sifat audit yang lebih dinamis maka kegiatan audit dapat memberikan nilai tambah lebih bagi kegiatan bisnis yang mempunyai risiko tinggi. Penelitian ini menggunakan soft system methodology dan dilakukan dalam beberapa tahapan. Desain penelitian ini adalah kasus pada salah satu bank terbesar di Indonesia. Pertama, berdasarkan observasi dan eksplorasi lapangan dan dari hasil analisa situasional berupa komponen-komponen kunci yang mempengaruhi risiko kredit bank, ada empat komponen yaitu (1) peningkatan supervisi atasan kepada bawahannya, (2) peningkatan kompetensi dasar pekerja kredit atau 5C, yaitu character, capital, capacity, collateral, dan condition, (3) peningkatan ketaatan dan kepatuhan pada aturan dan (4) peningkatan kemampuan identifikasi risiko kredit. Melalui Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) didapatkan prioritas komponen komponen tersebut. Ke dua, melalui survey pakar dan ahli bidang audit disusun struktur Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan alternatif strategi kebijakan pengendalian risiko kredit dengan struktur faktor di atas, aktor, tujuan manajemen pengendalian risiko kredit dan strategi kebijakan pengendalian. Ke tiga, berdasarkan input struktur tadi, di susun sistem pengendalian risiko kredit diharapkan dapat memberikan peningkatan efektivitas pengendalian risiko kredit. Dari hasil rule based method didapatkan empat komponen yang harus disempurnakan di dalam manajemen proses kredit, yaitu operasional kredit, perhatian kepada sumber daya manusia, perbaikan organisasi pengendalian dan dukungan sistem yang komprehensif. |