Penelitian ini akan membahas dan membandingkan tentang pidana dengan pelaku pasif yang memperoleh keuntungan finansial dari hasil pidana dan sistem pembuktian pidana yang digunakan oleh pemerintah dalam kasus pencucian uang. Semua itu dibuktikan dengan Surat Keputusan No. 111/ Pid.Sus /2011/ PN.Clp . dan No. 1584/ Pid.Sus /2015/ PN.JktPst . dikeluarkan oleh pemerintah Jakarta dan Cilacap masing-masing. Masalah Penelitiannya adalah: (1) Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pencucian uang pasif dalam putusan Putusan No. 1584/ Pid.Sus /2015/ PN.Jkt.Pst dan Putusan No. 111/Pid.sus/2011/PN.Clp?, (2) Bagaimana sanksi pidana yang harus dijatuhkan kepada pelaku pencucian uang pasif? Berdasarkan Proses Pembuktian dalam Putusan No. 1584/ Pid.Sus /2015/ PN.Jkt.Pst dan keputusan No. 111/Pid.sus/2011/PN.Clp ? Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, data yang digunakan adalah sekunder yang dianalisa secara kualitatif. Skripsi ini menganalisis masalah melalui asas-asas hukum dan menitikberatkan pada kaidah hukum yang terkodifikasi dalam undang-undang, dan pengumpulan data dengan melakukan penelitian lapangan. Data dikumpulkan dengan mengkonsultasikan berbagai sumber, termasuk undang-undang, buku, dan internet, kemudian dianalisis dan ditafsirkan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Hasil penelitiannya ialah pelaku pasif tindak pidana pencucian uang pasif akan dikenakan pasal 5 Undang-Undang No 8 tahun 2010 . Vonis pada putusan No. 111/ Pid.Sus /2011/ PN.Clp seharusnya lebih ringan dibandingkan dengan putusan No. 1584/ Pid.Sus /2015/ PN.Jkt.Pst. dikarenakan menurut penulis salah satu terdakwa dapat dikenakan pasal 56 dan 57 KUHP yang menjelaskan bahwa pelaku pembantu kejahatan dihukum dengan maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga |